Dua Korea kembali bergejolak,  ditandai dengan serangan artileri Korea Utara (Korut) ke Pulau  Yeonpyeong di Korea Selatan (Korsel), Selasa 23 November 2010. Korsel  pun membalas dengan tembakan artileri dan serangan udara.Kantor berita 
Associated Press mencatat, hingga Selasa  malam, dua tentara Korsel tewas dan 16 lainnya terluka akibat baku  tembak itu. Belum ada keterangan apakah ada korban jatuh dari pihak  Korut.Kedua  Korea saling tuduh mengenai siapa penyulut gejolak kali ini. Korsel,  seperti dikutip kantor berita 
Yonhap,  menuding Korut sebagai pihak  pertama pemantik konflik. Sebaliknya,  kantor berita Korut  KCNA, menyebutkan Korsel pertama kali melontarkan  tembakan. Tampaknya tuduhan  itu merujuk kepada latihan militer yang  dilakukan Korsel di perairan  dekat Yeonpyeong.
Bermula dari latihan militer
Ketegangan itu dimulai saat Korut memberi  peringatan kepada Korsel  agar tidak menggelar latihan militer di  perairan dekat Pulau  Yeonpyeong. Wilayah di Laut Kuning itu  masih dalam sengketa antar kedua  negara.Sejak akhir Perang Korea  1950-1953, Korut tak mengakui batas maritim  wilayah Barat, yang  dianggap ditetapkan sepihak oleh Perserikatan  Bangsa-bangsa, saat mengatur gencatan senjata kedua negara.
Peringatan Korut itu tak digubris oleh Korsel, yang merasa berhak   menggunakan perairan itu untuk latihan perang. Maka, tak lama setelah   latihan militer Korsel dimulai, terdengar gemuruh tembakan artileri dari   Korut. Masalahnya, tembakan itu tak mengarah ke lokasi latihan   militer, tapi ke Pulau Yeonpyeong, yang dihuni warga sipil dan  militer.“Kami sedang melakukan latihan angkatan laut, darat dan  udara di  wilayah ini. Mereka sepertinya keberatan,” ujar seorang  tentara kepada  stasiun berita YTN seperti dilansir dari laman 
Telegraph.Serangan  artileri Korut ke sasaran sipil Korsel, Selasa 23 November  2010, itu dinilai sebagai terparah dalam 20 tahun terakhir. Harian  
The Telegraph mengingatkan  serangan Korut sebelumnya adalah  pengeboman pesawat Korean Air pada  1987. Itu adalah serangan Korut  pertama atas Korsel sejak akhir Perang  Korea 1950-1953. Sekitar 104 penumpang, dan 11 awak pesawat itu tewas  dalam aksi yang dilakukan agen intelijen Korut.
Suksesi di Korut?
Menurut kalangan pengamat, serangan di  Yeonpyeong itu diduga sebagai  upaya Korut mencari perhatian dunia  atas rencana suksesi dari  kepemimpinan Kim Jong-il  kepada putranya, Kim Jong-un. Jong-un telah  diperkenalkan kepada publik  Korut dalam suatu parade militer Oktober  lalu.Kalangan pengamat menilai  suksesi kepemimpinan akan ditandai oleh  serangkaian upaya provokatif  untuk menunjukkan kekuatan militer Korut.  Selain itu, pada pekan ini  juga, Korut mengungkapkan pengayaan  uraniumnya yang ditakutkan akan  digunakan untuk membuat senjata nuklir.Profesor  Chu Shulong, pengamat dari Universitas Tsinghua di Beijing,  China,  menilai Korut dari dulu selalu membuat gara-gara untuk mencari  perhatian  internasional. "Setelah mendapat perhatian, mereka akan  memulai putaran  perundingan dan mendapat bantuan dari negara-negara  lain. Itulah yang  mereka lakukan dalam 20 tahun terakhir," kata Chu  seperti dikutip harian 
 The Guardian. Mantan menteri  luar negeri Korsel, Han  Seung-joo, menilai aksi Korut itu tampaknya  cenderung sebagai pesan kepada publik domestik ketimbang pihak luar. Ini  untuk  menggalang solidaritas di dalam negeri, bahwa mereka masih bisa  unjuk  kekuatan kepada musuh-musuh kapitalis, yang diwakili oleh Korsel  dan  sekutunya, Amerika Serikat.
Siaga perang sejak 1953
Pada tahun ini, tercatat telah dua kali militer dua Korea terlibat  kontak fisik dengan korban jiwa. Pada Maret lalu, satu kapal patroli  Korsel ditorpedo oleh kapal selam Korut. Sekitar 46 pelaut Korsel tewas.  Korsel sudah memperlihatkan bukti, namun Korut membantah penyerangan  itu.Kini muncul serangan artileri dari Korut ke 
Yeonpyeong, pulau milik  Korsel yang letaknya sekitar 120 km dari sebelah barat Ibukota Seoul.  Yeonpyeong hanya berjarak sekitar 80 km dari Kota Incheon, yang menjadi  lokasi bandar udara internasional terbesar Korsel.Serangan artileri ini, bila tetap terjadi, diperkirakan mengancam  keselamatan penerbangan komersil. Bandara Incheon adalah salah satu  pusat layanan penerbangan internasional di Asia. Serangan itu juga  berpengaruh pada turunnya harga-harga saham di Korsel.  Kedua  Korea sebenarnya masih dalam keadaan siaga perang karena Perang  1950-1953 hanya diakhiri oleh gencatan senjata dan bukan oleh perjanjian  damai. Itulah sebabnya kedua negara itu terus bersengketa secara fisik  walau beberapa kali muncul upaya rekonsiliasi dalam kurun lebih dari 50  tahun terakhir.
Zona panas Yeonpyeong
Klaim batas maritim di bagian barat Semenanjung Korea adalah salah  satu biang konflik Kedua Korea. Kebetulan, Pulau Yeonpyeong berada di  tengah zona panas itu.Berpenduduk sekitar 1.600 jiwa, Yeonpyong pada 1970an juga pernah  diklaim Korut sebagai wilayahnya. Sebagian besar warga sipil di pulau  itu adalah nelayan. Di Yeonpyeong juga didirikan markas militer, dan  ditempati 1.000 tentara Korsel.
Penduduk di pulau ini sudah terbiasa dengan agresi militer. Pada Juni  lalu, Korut menembakkan 130 peluru artileri ke arah pulau Yeonpyeong  sebagai bentuk protes atas latihan gabungan Korsel dan AS di Laut  Kuning. Beruntung, hanya sekitar 10 peluru yang melewati perbatasan dan  kesemuanya jatuh di laut.
Delapan tahun lalu, 13 tentara angkatan laut Korut dan empat angkatan  laut Korsel terbunuh saat kedua tentara kedua pihak berbalas tembak di  perbatasan Korut. Itu sebabnya, warga pulau itu selalu bersiap untuk  keadaan perang.Di Yeonpyeong, misalnya, terdapat 19 tempat penyimpanan bom. Setiap  bulan penduduk setempat melakukan latihan antisipasi serangan udara dari  Korut. Untuk persiapan, penduduk juga selalu menyimpan topeng gas di  rumah.
•leonard-seven. Disarikan dari VIVAnews