Thursday, March 10, 2011

Penyelesaian Konflik: Rekonsiliasi Versus Resolusi (Sebuah Pendekatan Teologi)

"Dari manakah datangnya sengketa dan perselisihan diantara kamu? Kamu menginginkan sesuatu tetapi tidak memperolehnya, kamu tidak memperoleh apa apa, lalu kamu menyalahkan orang lain sebagai penyebabnya, karena kamu sebenarnya mengharapkan mereka selalu mengikuti dan memenuhi keinginan dan kehendakmu, kamu mengharapkan kondisi itu selalu membawa kebahagiaan karena hak dan milikmu tidak diganggu, tetapi kamu lupa bahwa keinginan orang lainpun seingkali sama, lalu kamu marah karena terganggu dan gagal mendapatkannya"  (Diadopsi dari Surat Rasul Yakobus) 

 Membawa damai bukanlah menghindari konflik.Lari dari masalah, berpura-pura masalah itu tidak ada atau takut membicarakannya sebenarnya adalah sikap pengecut. Jika anda ingin menjadi juru damai maka anda jangan sekalipun pernah takut akan Konflik. Anda dalam banyak hal tidak boleh menyerah. Demi kebaikan semua orang anda perlu memancing konflik, menghindari konflik dan menciptakannya agar penyelesaiannya  bersifat menyeluruh dan tuntas. Ada beberapa langkah dasar penyelesaian konflik:

Pertama, Selalu Mengambil Inisiatif, basis pertama yang sangat menentukan adalah jangan menunggu pihak lain, hampirilah mereka terlebih dulu. Jangan menunda membuat dalih atau berjanji " aku akan mengurusnya suatu saat nanti" sesegera mungkin tetapkan sebuah pertemuan, penundaan hanya memperdalam rasa dendam dan menciptakan segalanya lebih buruk. Dalam konflik waktu tidak menyembuhkan apapun, waktu menyebabkan luka makin bernanah. Bertindak dengan cepat akan mengurangi kerusakan yang lebih parah.

Kedua, Simpati dan Empati, sebelum mencoba menyelesaikan suatu perselisihan gunakanlah telinga anda lebih banyak dari mulut anda untuk menjenguk dan mendengarkan perasaan perasaan orang. Pusatkan perhatian kepada perasaan bukan kepada fakta, mulailah dengan simpati empati jangan potong kompas kepada kesimpulan solusi, jangan tergesa-gesa mencoba membujuk orang untuk menceritakan apa yang mereka rasakan. Dengarkan saja dan biarkan mereka mengeluarkan isi hati secara emosional tanpa bersikap membela atau menyalahkan. Mengangguklah bahwa anda paham walaupun anda tidak setuju. Perasaan tidaklah selalu benar atau masuk akal dan orang tidak peduli dengan apa yang kita ketahui sampai mereka tahu bahwa anda benar benar tulus dan peduli.

Ketiga, Pengakuan Kelemahan Anda, suatu referensi teologi  mengatakan "keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu, jika kita berkata bahwa kita tidak berdosa maka kita menipu diri sendiriKarena tiap orang  memiliki kelemahan maka anda berdamailah agar orang tersebut percaya sepenunyaa pada anda dan sukarela meminta anda untuk mengevaluasi tindakan-tindakannya dan bersedia mendamaikan perselisihan mereka.


Keempat. Seranglah Masalahnya Bukan Orangnya, anda tidak mungkin membereskan masalah jika anda sibuk mencari siapa yang bertanggung jawab  Kata bijak mengajarkan" jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan amarah" Anda tidak akan pernah menjelaskan pikiran anda dengan marah. Ketika memecahkan konflik cara anda berbicara sama pentingnya dengan apa yang anda katakan. Jika anda mengatannya dengan cara menyerang akan menimbulkan pembelaan diri dan penolakan karena orang yang bijak hati dan berbicara elegan lebih dapat meyakinkan. Hindarilah kata kata mengutuk, meremehkan, mencap, mengejek, arogan dan kasar.

Kelima. Bekerjasama Sebanyak Mungkin. Kooperatif dan akomodatif adalah kunci langkah ini karena damai selalu memiliki label harga. Kadangkala damai itu harganya adalah sebesar kesombongan dan keegoisan kita. Demi konsesnsus berusahalah sejauh mungkin berkompromi mendekatkan kesamaan pandang dalam situasi dan item yang sesulit apapun. Sebuah parafrase  mengatakan bahwa kamu akan berhasil bila anda menunjukkan contoh kecil bagaimana bersikap kooperatif dan bukannya bersaing atau berkelahi


Keenam, Utamakan Rekonsiliasi Bukan Resolusi, suatu hal yang tidak masuk akal dan realistis bila kita mengharapkan semua orang setuju dengan segala sesuatu. Rekonsiliasi mengutamakan suatu hubungan (partnership), sedangkan resolusi mengutamakan masalah. Bila kita mengutamakan rekonsiliasi masalah akan kehilanhan maknanya dan seringkali menjadi tidak relevan. Kita dapat membangun kembali hubungan meskipun kita tidak mampu menyelesaikan perbedaan perbedaan yang timbul. Permata dan berlian yang sama akan tampak berbeda dari sudut yang pberbeda. Yang diutamakan adalah kesatuan bukan keseragaman, kita tidak dapat hidup bergandengan tangan tanpa kesepakatan atas masalah yang diakui bersama. Bukan berarti kita berhenti mencari penyelesaian masalah , kita tetap membutuhkan dialektika, berdebat dan berdiskusi dengan sehat namun lakukanlah dalam semangat keharmonisan. Rekonsiliasi berarti anda melupakan perbedaan pendapat itu namun tetap mengingat masalah yang terutama untuk memulihkan tensi dan hubungan kearah yang lebih baik.



No comments:

Post a Comment