Friday, June 19, 2009

Navy Roles dan Konsep National Security


Dewasa ini di Indonesia terdapat polarisasi pendapat diantara para ahli dan pemerhati tentang apa yang disebut dengan Keamanan Nasional. Bagi negara Indonesia yang sedang berada dalam transisi demokrasi akan lebih banyak dihadapkan pada munculnya masalah-masalah baru menyangkut Keamanan Nasional baik aspek pertahanan maupun aspek keamanan. Banyak contoh masalah-masalah baru yang mempengaruhi keamanan nasional tersebut, mulai dari perpindahan penduduk, pencucian uang (money laundering), perdagangan obat bius (drug trafficking), kejahatan komputer, terorisme internasional, hingga kejahatan yang bersifat transnasional yang terjadi di dan lewat laut seperti terorisme maritim (maritime terrorism), bajak laut (piracy), pelanggaran wilayah dan penjarahan hasil laut illegal secara besar-besaran. Atas dasar itu, minimal ada tiga pertimbangan yang menjadi dasar pemikiran dibutuhkannya kebijakan tentang keamanan nasional.
Pertama, dari kerangka legal, diperlukan kebijakan untuk menutup ketidak konsistenan dan kekosongan hukum yang terjadi antara UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia. Kedua UU tersebut tidak secara rinci mengatur tataran kewenangan keamanan nasional dalam wilayah irisan antara aspek pertahanan dan aspek ketertiban umum serta penegakan hukum. Kelemahan ini juga menunjukan tidak adanya pengaturan yang komprehensif dan integratif tentang keamanan nasional.
Kedua, dari pertimbangan politik, kebutuhan mendesak untuk mengatur kembali peran dan posisi institusi-institusi yang bertanggung jawab untuk mewujudkan keamanan nasional, khususnya tentang keamanan nasional yang mencerminkan kepentingan aktor-aktor (stakeholders) yang lebih luas.
Ketiga, dari pertimbangan strategis, keharusan menempatkan keamanan nasional sebagai suatu konsep yang merangkum berbagai subyek, dimensi ancaman serta modalitas untuk mempertahanankannya. Pemahaman atas konsep keamanan nasional perlu diperluas untuk menjangkau bukan hanya keamanan negara sebagai entitas politik yang sah dan berdaulat tetapi juga memperhatikan perlindungan hak-hak warga negara. Modalitas untuk melindungi keamanan nasional dalam pengertian seperti itu perlu disusun dengan memperhatikan kapasitas politik nasional, dinamika hubungan anatar negara di kawasan tertentu maupun global, demokrasi, hak-hak asasi manusia serta norma, kaidah dan hukum-hukum internasional.

Mencermati bahwa Indonesia adalah negara kepulauan maka pemerintah memerlukan suatu kebijakan keamanan nasional di laut dalam rangka penegakan kedaulatan dan hukum.di laut. Kebijakan keamanan nasional tersebut sangat dipengaruhi oleh filosofi status negara kepulauan dan aspek laut sebagai bagian dari Wilayah RI. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, berdasarkan kenyataan sejarah, geografis kewilayahan adalah negara kepulauan yang berlandaskan wawasan nusantara (dikenal dengan Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957) .Deklarasi tersebut diberi landasan bentuk hukum dengan UU no 4 Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Pada perkembangannya dengan diratifikasinya UNCLOS 1982 dengan UU No. 17 tahun 1985 maka UU Perairan Indonesia diganti dengan UU No 6 tahun 1996 . Hal ini membuktikan bahwa status negara RI sebagai negara kepulauan telah diterima dan diakui dunia internasional dengan segala konsekwensinya. Saat ini posisi Indonesia ini semakin mantap dengan telah diterbitkannya UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

LAUT SEBAGAI BAGIAN DARI WILAYAH RI
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Rumusan tersebut menunjukkan wilayah negara (state territory) dimana NKRI berdaulat adalah sebuah wilayah lautan dan pulau-pulau didalamnya, kedaulatn negara atas laut meliputi hak bagi negara untuk melakukan penguasaan, pengelolaan atas laut serta melindungi wilayah laut itu dengan melaksanakan penegakan kedaulatan dan penegakan hukum

PERSEPSI KEAMANAN NASIONAL.
Keamanan Nasional merupakan elemen yang melekat dari tujuan penyelenggaraan negara. Secara kontekstual Keamanan Nasional (National Security) harus dipahami dalam dimensi yang lebih luas yaitu meliputi keamanan manusia (human security), dan kedaulatan negara (sovereignty). Implementasi dua dimensi dari keamanan nasional itu dapat dilakukan dengan cara penegakan hukum dan penegakan kedaulatan.
Tujuan pelaksanaan keamanan Nasional tersebut sendiri adalah untuk mengatasi kompleksitas jenis dan sumber ancaman baik militer/non-militer, konvensional/non-konvensional maupun internal/eksternal. Hakikat Ancaman terhadap keamanan nasional dapat meliputi ancaman fisik dan non-fisik, berasal dari luar maupun dari dalam tapal batas wilayah negara yang menyebar secara langsung atau tidak langsung.
Ruang lingkup keamanan nasional perlu diperjelas untuk memberikan kepastian tentang subyek dan prinsip dasar yang akan dilindungi dari suatu ancaman tertentu. Pandangan umum terhadap keamanan nasional mencakup aspek pertahanan dan keamanan. Oleh karena, perlu ada suatu mekanisme untuk menentukan fokus dari keamanan nasional serta menetapkan kebijakan nasional tentang keamanan nasional yang menjadi pedoman penyelenggaraan negara.
Kebijakan Keamanan Nasional di laut dalam menghadapi ancaman itu harus memperhatikan konteks filosofis, geografis dan yuridis. Ketiga konteks itu bagi Indonesia sebagai negara maritim akan lebih banyak dihadapkan pada munculnya masalah-masalah baru yang bersifat transnasional yang tidak bisa hanya diatasi oleh instrumen sipil tetapi juga harus dibendung dengan kekuatan Angkatan Laut yang selama ini telah memperoleh legitimasi yang sangat kuat berdasarkan hukum nasional dan hukum internasional.

LAW ENFORCEMENT AT SEA
Kedaulatan negara menurut pasal 4 UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia adalah kedaulatan negara RI di Perairan Indonesia meliputi laut territorial, perairan kepulauan, perairan pedalaman dan ruang udara diatasnya serta dasar laut dan tanah dibawahnya termasuk sumber daya kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Rumusan itu menunjukkan peran TNI AL dalam penegakan kedaulatan negara di laut harus ditafsirkan tegaknya hukum di laut yang diartikan dilaksanakan dan ditaatinya berbagai ketentuan dan peraturan serta kebijakan negara. Dengan demikian maka Penegakan hukum di Perairan Indonesia tersebut berdasarkan penjelasan pasal 24 UU No. 6 Tahun 1996 dilaksanakan oleh TNI AL.dan institusi lain sesuai ketentuan UU.

HUBUNGAN PERAN TNI AL DAN POLRI
Pengaturan peran TNI dalam hal ini TNI AL dan Polri oleh Amandemen UUD 1945 secara yuridis telah dijabarkan dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI dan dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan. Dalam pasal 10 UU No. 3 Tahun 2002 disebutkan TNI berperan sebagai alat pertahanan negara yang bertugas mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah. Selanjutnya dalam pasal 7 UU No. 3 Tahun 2002 mendefenisikan ancaman terhadap kedaulatan negara dan keutuhan wilayah tersebut dapat bersifat ancaman militer antara lain agresi, pelanggaran wilayah, spionase, sabotase, aksi terror, pemberontakan bersenjata, perang saudara. Ancaman militer tersebut telah berkembang sangat kompleks (fisik dan non fisik) dan bersifat transnasional yang terkait dengan kejahatan internasional antara lain terorisme, imigran gelap, narkotika, pengambilan sumber daya alam laut secara illegal, bajak laut, dan perusakan lingkungan. Dalam konteks secara yuridis tidak dikenal penggolongan ancaman militer maupun nir-militer (Buku Putih Dephan)
Dengan demikian TNI AL khususnya “war ship” mempunyai peran yang melekat secara universal yaitu “constabulary function” dalam rangka menjaga kedaulatan negara sekaligus menegakan hukum terhadap ancaman militer dan non militer sesuai hukum nasional dan hukum internasional. Tugas penegakan hukum oleh Polri sesuai penjelasan pasal 14 huruf g UU No.2 tahun 2002 telah ditentukan tetap memperhatikan dan tidak mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Berdasarkan penjelasan pasal 14 huruf g UU No.2 tahun 2002, dapat diartikan bahwa penegakan hukum di bidang penyidikan tidak dikehendaki dilaksanakan oleh Polri sebagai otoritas tunggal apalagi luas wilayah laut di Indonesia tidak mungkin ditangani hanya satu instansi saja mengingat keterbatasan sarana dan prasarana yang ada.

PENEGAKAN HUKUM OLEH TNI AL BERLAKU SECARA UNIVERSAL
Kewenangan TNI AL selaku penyidik tindak pidana tertentu di laut diatur secara tegas dalam Perundangan RI meliputi 8 (delapan) UU yang secara material menyebutkan peran TNI AL selaku penyidik yaitu TZMKO, UU No. 5 Tahun 1983 tentang ZEEI, UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, UU No. 5 Tahun 1992 tentang Pengangkatan Benda Cagar Budaya, UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dasar hukum acara (formil) pelaksanaan kewenangan TNI AL adalah pasal 284 ayat (2) KUHAP tentang ketentuan peralihan yang mengenal ketentuan khusus acara pidana dan pasal 17 PP 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP yang secara tegas mengatur tentang wewenang penyidikan tindak pidana tertentu dan secara eksplisit menegaskan penyidikan di Perairan Indonesia, zona tambahan, landas kontinen dan ZEEI oleh TNI AL. Kewenangan TNI AL tersebut ditegaskan lebih lanjut dalam SE Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1990 tentang Penyidik dalam Perairan Indonesia , Surat jaksa Agung RI Nomor R-671/F/F Py.4/8/1989 tentang Penegasan kewenangan penyidik serta ketentuan-ketentuan kewenangan pemaksaan pentaatan dalam UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi dengan UU Nomor 17 tahun 1985, diatur dalam Pasal 29, Pasal 73, Pasal107, Pasal 110, Pasal 111 UNCLOS 1982 dan pada intinya menyatakan bahwa TNI AL (Kapal Perang) mempunyai kewenangan untuk menegakkan kedaulatan dan hukum di laut dalam rangka mempertahankan keamanan dan kepentingan nasionalnya.

Tanggung jawab TNI AL dalam penegakan hukum tersebut bukanlah sesuatu yang asing, karena sebenarnya dalam jaman modern dan demokrasi terdapat beberapa negara seperti Kanada, Inggris, Venezuela, Malaysia dan Filipina menetapkan AL (Government Naval Vessel) berperan dalam penegakan hukum. Dalam Section 124 The Philippines Fisheries Code of 1998 atau Pasal 2 Ordonan Perkapalan Dagang 1952 dan Pasal 2 Akta Perikanan 1985 (Act 317) Malaysia secara tegas menyebutkan Naval Vessel mempunyai otoritas dalam penegakan hukum.

TINJAUAN PERAN TNI AL SEBAGAI PENYIDIK DI LAUT
Penegakan hukum oleh TNI AL berdasarkan faktor geografis disebabkan ciri khas Indonesia sebagai negara kepulauan, yang luas lautnya 2/3 dari wilayah RI. Berdasarkan pertimbangan historis sejak adanya pemindahan kekuaasaan dari Commandant der Zee Match kepada Kasal sesuai UU No. 2 Drt 1949 dan sejak Zaman Netherland Indie, Angkatan Laut adalah penyidik di laut berdasarkan TZMKO Stbl 1939 No.442, Penyidik Perikanan berdasarkan Stbl 1927 No 144 dan Penyidik Pelayaran berdasarkan Stbl 1936 No.700.
Sedangkan dari faktor filosofis, TNI AL mempunyai peran universal yang selalu melekat dalam diplomacy role, military role dan constabulary role yaitu menegakkan kedaulatan dan hukum di laut yang sangat didukung infrastruktur berupa Skill dan SDM, kapal-kapal dari berbagai tipe yang mampu melaksanakan coverage seluruh perairan yurisdiksi nasional dengan menggelar operasi laut sepanjang tahun. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat digarisbawahi bahwa anggapan Peran TNI AL hanya meliputi pertahanan saja tidak tepat dan menyesatkan karena Pasal 30 ayat (3) Amandemen UUD 1945 mengamanatkan penegakan kedaulatan negara bukan dalam terminologi Pertahanan.
Berdasarkan tinjauan yang komprehensif atas hubungan TNI AL dan Polri dalam Keamanan Nasional maka Pemisahan kelembagaan dan Peran TNI AL dan POLRI oleh TAP MPR No. VI/MPR 2000 dan No. VII/MPR/2000, titik berat kedudukan TNI sebagai alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan negara sedangkan Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan penegakan hukum. Kedua TAP MPR tersebut harus ditafsirkan sejalan dengan pasal 30 Amandemen UUD 1945 yang tidak membuat dikotomi antara Pertahanan dan Keamanan karena dalam pasal 30 ayat (3) dan (4) terkandung makna yang lebih integral yaitu Keamanan Nasional. Istilah Keamanan Nasional (National Security) bermakna lebih luas dibandingkan istilah pertahanan, oleh karena itu keamanan nasional menjadi tanggungjawab seluruh komponen bangsa termasuk TNI. Persepsi TNI berperan melaksanakan penegakan kedaulatan dan hukum negara pada dasarnya sejalan dengan pokok pikiran yang terkandung dalam pasal 30 Amandemen UUD 1945, oleh karena itu pemisahan kelembagaan dan peran antara TNI dan POLRI tidak dipandang secara sempit dengan meggunakan alasan yang kurang bijaksana dengan membenturkan dikotomi sipil-militer atau secara sektoral memisahkan istilah Pertahanan dan Keamanan. Dengan demikian perlu adanya studi dan pengkajian kembali lebih mendalam oleh Komisi Konstitusi dengan melibatkan Lembaga atau Instansi yang berkompeten, untuk secara prosedural dapat diajukan dalam Sidang MPR dengan agenda khusus pembahasan rumusan pasal 30 ayat (3), ayat (4) UUD 1945 dan sekaligus peninjauan Tap MPR No. VI/2000 dan TAP MPR No.VII /2000 tentang Pemisahan Kelembagaan dan Peran TNI dan POLRI karena kenyataannya dalam pelaksanaannya ditemukan banyak kendala dan permasalahan yang bersifat prinsipiil, oleh karena itu, hal ini perlu diatur secara limitatif bahwa TNI tidak dapat dilepaskan dalam mengemban fungsi keamanan semata-mata demi kepentingan nasional.

No comments:

Post a Comment