Wednesday, November 24, 2010

Insiden Yeonpyeong Titik Nyala Perang Korea?

Dua Korea kembali bergejolak, ditandai dengan serangan artileri Korea Utara (Korut) ke Pulau Yeonpyeong di Korea Selatan (Korsel), Selasa 23 November 2010. Korsel pun membalas dengan tembakan artileri dan serangan udara.Kantor berita Associated Press mencatat, hingga Selasa malam, dua tentara Korsel tewas dan 16 lainnya terluka akibat baku tembak itu. Belum ada keterangan apakah ada korban jatuh dari pihak Korut.Kedua Korea saling tuduh mengenai siapa penyulut gejolak kali ini. Korsel, seperti dikutip kantor berita Yonhap, menuding Korut sebagai pihak pertama pemantik konflik. Sebaliknya, kantor berita Korut KCNA, menyebutkan Korsel pertama kali melontarkan tembakan. Tampaknya tuduhan itu merujuk kepada latihan militer yang dilakukan Korsel di perairan dekat Yeonpyeong.

Bermula dari latihan militer






















Ketegangan itu dimulai saat Korut memberi peringatan kepada Korsel agar tidak menggelar latihan militer di perairan dekat Pulau Yeonpyeong. Wilayah di Laut Kuning itu masih dalam sengketa antar kedua negara.Sejak akhir Perang Korea 1950-1953, Korut tak mengakui batas maritim wilayah Barat, yang dianggap ditetapkan sepihak oleh Perserikatan Bangsa-bangsa, saat mengatur gencatan senjata kedua negara.
Peringatan Korut itu tak digubris oleh Korsel, yang merasa berhak menggunakan perairan itu untuk latihan perang. Maka, tak lama setelah latihan militer Korsel dimulai, terdengar gemuruh tembakan artileri dari Korut. Masalahnya, tembakan itu tak mengarah ke lokasi latihan militer, tapi ke Pulau Yeonpyeong, yang dihuni warga sipil dan militer.“Kami sedang melakukan latihan angkatan laut, darat dan udara di wilayah ini. Mereka sepertinya keberatan,” ujar seorang tentara kepada stasiun berita YTN seperti dilansir dari laman Telegraph.Serangan artileri Korut ke sasaran sipil Korsel, Selasa 23 November 2010, itu dinilai sebagai terparah dalam 20 tahun terakhir. Harian The Telegraph mengingatkan serangan Korut sebelumnya adalah pengeboman pesawat Korean Air pada 1987. Itu adalah serangan Korut pertama atas Korsel sejak akhir Perang Korea 1950-1953. Sekitar 104 penumpang, dan 11 awak pesawat itu tewas dalam aksi yang dilakukan agen intelijen Korut.

Suksesi di Korut?


Menurut kalangan pengamat, serangan di Yeonpyeong itu diduga sebagai upaya Korut mencari perhatian dunia atas rencana suksesi dari kepemimpinan Kim Jong-il kepada putranya, Kim Jong-un. Jong-un telah diperkenalkan kepada publik Korut dalam suatu parade militer Oktober lalu.Kalangan pengamat menilai suksesi kepemimpinan akan ditandai oleh serangkaian upaya provokatif untuk menunjukkan kekuatan militer Korut. Selain itu, pada pekan ini juga, Korut mengungkapkan pengayaan uraniumnya yang ditakutkan akan digunakan untuk membuat senjata nuklir.Profesor Chu Shulong, pengamat dari Universitas Tsinghua di Beijing, China, menilai Korut dari dulu selalu membuat gara-gara untuk mencari perhatian internasional. "Setelah mendapat perhatian, mereka akan memulai putaran perundingan dan mendapat bantuan dari negara-negara lain. Itulah yang mereka lakukan dalam 20 tahun terakhir," kata Chu seperti dikutip harian The Guardian. Mantan menteri luar negeri Korsel, Han Seung-joo, menilai aksi Korut itu tampaknya cenderung sebagai pesan kepada publik domestik ketimbang pihak luar. Ini untuk menggalang solidaritas di dalam negeri, bahwa mereka masih bisa unjuk kekuatan kepada musuh-musuh kapitalis, yang diwakili oleh Korsel dan sekutunya, Amerika Serikat.

Siaga perang sejak 1953


Pada tahun ini, tercatat telah dua kali militer dua Korea terlibat kontak fisik dengan korban jiwa. Pada Maret lalu, satu kapal patroli Korsel ditorpedo oleh kapal selam Korut. Sekitar 46 pelaut Korsel tewas. Korsel sudah memperlihatkan bukti, namun Korut membantah penyerangan itu.Kini muncul serangan artileri dari Korut ke Yeonpyeong, pulau milik Korsel yang letaknya sekitar 120 km dari sebelah barat Ibukota Seoul. Yeonpyeong hanya berjarak sekitar 80 km dari Kota Incheon, yang menjadi lokasi bandar udara internasional terbesar Korsel.Serangan artileri ini, bila tetap terjadi, diperkirakan mengancam keselamatan penerbangan komersil. Bandara Incheon adalah salah satu pusat layanan penerbangan internasional di Asia. Serangan itu juga berpengaruh pada turunnya harga-harga saham di Korsel.  Kedua Korea sebenarnya masih dalam keadaan siaga perang karena Perang 1950-1953 hanya diakhiri oleh gencatan senjata dan bukan oleh perjanjian damai. Itulah sebabnya kedua negara itu terus bersengketa secara fisik walau beberapa kali muncul upaya rekonsiliasi dalam kurun lebih dari 50 tahun terakhir.

Zona panas Yeonpyeong

Klaim batas maritim di bagian barat Semenanjung Korea adalah salah satu biang konflik Kedua Korea. Kebetulan, Pulau Yeonpyeong berada di tengah zona panas itu.Berpenduduk sekitar 1.600 jiwa, Yeonpyong pada 1970an juga pernah diklaim Korut sebagai wilayahnya. Sebagian besar warga sipil di pulau itu adalah nelayan. Di Yeonpyeong juga didirikan markas militer, dan ditempati 1.000 tentara Korsel.
Penduduk di pulau ini sudah terbiasa dengan agresi militer. Pada Juni lalu, Korut menembakkan 130 peluru artileri ke arah pulau Yeonpyeong sebagai bentuk protes atas latihan gabungan Korsel dan AS di Laut Kuning. Beruntung, hanya sekitar 10 peluru yang melewati perbatasan dan kesemuanya jatuh di laut.
Delapan tahun lalu, 13 tentara angkatan laut Korut dan empat angkatan laut Korsel terbunuh saat kedua tentara kedua pihak berbalas tembak di perbatasan Korut. Itu sebabnya, warga pulau itu selalu bersiap untuk keadaan perang.Di Yeonpyeong, misalnya, terdapat 19 tempat penyimpanan bom. Setiap bulan penduduk setempat melakukan latihan antisipasi serangan udara dari Korut. Untuk persiapan, penduduk juga selalu menyimpan topeng gas di rumah.
•leonard-seven. Disarikan dari VIVAnews

Tuesday, November 9, 2010

First Greek Type 214 Submarine Finally Enters Service

HS Papanikolis was belatedly commissioned into the Hellenic Navy on 2 November in Kiel, six and a half years after the boat was launched. (Michael Nitz)
HS Papanikolis was belatedly commissioned into the Hellenic Navy on 2 November in Kiel, six and a half years after the boat was launched. (Michael Nitz)
Article Tools
Subscribe Now
The Hellenic Navy commissioned its first Type 214 submarine in a ceremony at shipbuilder Howaldtswerke-Deutsche Werft's (HDW's) yard in Kiel, Germany, on 2 November.
HS Papanikolis, which is expected to arrive in Greece in December, was at the centre of a long-running contractual dispute between HDW parent company ThyssenKrupp Marine Systems (TKMS) and the Greek government.
Athens claimed initially that the submarine, which was launched by HDW in April 2004, was not completely seaworthy and refused to accept the boat. Germany's Federal Office of Defence Technology and Procurement subsequently demonstrated that the vessel not only complied with stability requirements but significantly exceeded other performance parameters, whereupon Greece said that it would take the boat and sell it on to a third party.
However, as Jane's reported in late October, it has now been decided that the Hellenic Navy will operate Papanikolis as the lead vessel in a class that will eventually number six Type 214 hulls.

157 of 253 words
Copyright © IHS (Global) Limited, 2010