Showing posts with label Intermezzo. Show all posts
Showing posts with label Intermezzo. Show all posts

Friday, March 27, 2015

Diksionari Ahok & Seven Dirty Words


Toiletisasi Gubernur Ahok dengan Kompas TV jadi buah bibir sepekan ini. Pasalnya seruan kasar Ahok ini sangat kontras menjadi sorotan utama dibanding konfliknya yang justru menjadi cover story. Jika dibandingkan dahulu kasus kata kotor Sh*t Presiden US Bush Jr di TV CNN, maka sudah seharusnya Kompas TV kena denda Milyaran rupiah karena secara sadar Wawancara Live TV dengan Gubernur Ahok tentang isu kontroversial namun tidak menyiapkan konsinyes atau "safety belt" malah menikmati secara sengaja kekonyolan itu untuk tujuan rating barangkali.
Karakter Ahok yang temperampental dan tak bisa menjaga tensi, intonasi dan diksi bertuturnya tentu sudah dipahami baik oleh redaksi Kompas TV. Artinya keputusan wawancara live harus disiapkan matang termasuk antisipasi jika Ahok keluarkan kata-kata kasar dan jorok. Aiman Wicaksono yang oleh Ahok dicap si Raja Ngeyel, atas peristiwa ini sebenarnya harus dikenakan sanksi berat, tidak boleh on air 1 tahun misalnya. Apa sebabnya.?

Secara subyektif sikap dan gaya Aiman sok smart, tapi tak sopan karena sering memotong dan memancing emosi dengan pertanyaan pribadi bahkan sedikit rasis. Ketika Ahok cuek dan malah mengulangi kata t**, jelas adalah pancingan dari Aiman secara sengaja. Cara Aiman menegur Ahok dengan kata kata "kita sedang live tolong Pak Ahok jaga ucapan" justru malah pemicu kemarahan lebih parah meningkatkan tensi emosi Ahok yang butuh waktu untuk didinginkan. Aiman tampaknya menikmati kehebohan ini. Aiman sebenarnya bisa stop wawancara, atau cut jeda iklan. Tim operator Kompas TV juga bisa OFF kan mikrofon Ahok.

Kompas TV yang membawa slogan Inspirasi Indonesia seharusnya dikenakan denda dan sanksi berat karena melakukan politik dumping dan secara kasar menikmati berkah dari kekonyolan pejabat publik. Sebenarnya bagaimana TV, pewawancara bisa menjaga diksi-nya bersama tokoh narasumber yang diwawancarainya Itu menyangkut seni berkomunikasi dan "Ethics Manual" yang terdiri dari diksi-diksi.


Sedikit kita telaah soal diksi yang tepat dalam berinteraksi baik verbal maupun non-verbal di Televisi. Diksi adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Diksi, dalam arti aslinya merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh pembicara. Diksi yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata - seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti keduanya soal pengucapan dan intonasi semata, daripada pemilihan kata dan gaya.

Diksi memiliki beberapa kata formal atau informal yang tercatat dalam konteks sosial. Analisis diksi secara literal menemukan bagaimana satu kalimat menghasilkan intonasi dan karakterisasi figur seseorang contohnya penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan sebuah gerakan fisik menggambarkan karakter yang bersifat aktif, sementara penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan pikiran menggambarkan karakter yang introspektif.

George Carlin adalah seorang komedian, aktor (stand up comedy) terkenal di Amerika yang sangat introspektif. Tahun 1972, dia membuat sensasi dengan monolog-nya "Seven Words You Can Never Say on Television" yaitu sh*t, p*ss, f*ck, c*nt, c*cks*cker, m*therf*cker, dan t*ts. Pada saat itu, kata-kata itu sangat tidak pantas diucapkan, Biasanya pas ada acara marah-marah di TV bunyi klakson ini sering banget keluar. Tapi tahu nggak sih, kata-kata apa saja yang sering di sensor pihak TV dalam acaranya? Sebenarnya ada banyak kata-kata terlarang tayang di TV. Pas googling, malah kini ada yang nulis 379 kata terlarang, tapi tergantung kebijakan masing-masing stasiun TV. Kebanyakan tetap mengacu pada kata-kata terlarang versi Carlin.

Mengapa stasiun TV patuh untuk selalu menyensor kata-kata itu? Karena KPI-nya Amerika, FCC, akan memberikan denda sebanyak $325.000 atau setara dengan 3,5 milyar rupiah per kata yang diucapkan. Jadi kalo sampe keceplosan sepuluh kali, silahkan aja hitung sendiri. Untuk urusan lokal, KPI juga banyak sensor soal tayangan TV. Dalam perkembangannya selain tujuh kata tadi yang disensor, telah banyak kata kata yang tabu diucapkan. Pernah nonton Spongebob? Di salah satu Episode, sampai ada 12 kata yang dilarang tuan Krab untuk diucapkan Spongebob dan Patrick.
Sensor ini menjadi alat yang penting, namun memang cukup merepotkan pada acara Live Talk. Ada beberapa SOP yang umum berupa tindakan pertolongan seketika untuk melokalisasi efek negatifnya. Kisah percakapan informal antara presiden AS George Bush Jr dengan PM Inggris Tony Blair dalam sesi rapat pertemuan puncak G-8. Pertemuan di St Petersburg- Rusia diliput Live banyak stasiun TV diantaranya CNN. Topiknya tentang situasi konflik Timur Tengah. Di sela rapat tersebut terjadi obrolan informal antara Bush dan Blair yang tak diduga kemudian jadi menghebohkan. Bush sangat geram dengan sikap PBB terhadap konflik Israel yang diserang mortir-mortir Hizbullah. Lalu setengah berbisik kepada Blair, presiden Bush berujar, “See the irony is what they need to do is get syria to get Hezbollah to stop doing this shit and it’s over!”

Bush menggunakan kata “shit”. Rupanya obrolan ini tertangkap mikrofon di depan mereka yang masih ON. Percakapan itu terdengar di forum dan tersiar Live di CNN. Menyadari situasi itu, kedua pemimpin negara besar ini sontak kaget. Spontan Blair mematikan mikrofon di depan meja mereka. Keduanya gagap dan staf mereka segera memastikan tidak ada TV yang meliput live. Apadaya TV CNN sedang ON AIR. Insiden dengan ucapan satu kata shit yang diucapkan hanya sekali oleh Bush tak bisa dicegah telah tersiar ke seluruh penjuru dunia via TV CNN.
Publik Amerika geger atas kecelakaan mulut Presiden. Muncul kecaman protes dimana-mana dan jadi isu debat publik di media. Publik Amerika malu atas insiden tersebut meski mereka dapat penjelasan akan ketidaksengajaan ini. Berlanjut, Federal Communication Commission (FCC) – semacam Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ikut bereaksi. FCC memanggil direksi CNN atas tayangan live tersebut dan dikenakan sanksi denda yang amat besar

Jadi dalam kasus s**t tersebut seorang Presiden mendapat sanksi sosial dan harus minta maaf secara terbuka disiarkan langsung oleh banyak TV. Stasiun TV CNN yang tanpa sengaja menyiarkan langsung ucapan shit itu pun mendapat sanksi berat dari Komisi Penyiaran di Amerika (FCC).

Nah bagaimana relasinya dengan Ahok jelas dia harus minta maaf secara fair terbuka di Media Televisi dan ini sudah dia lakukan. Bagaimanapun Ahok telah mendapatkan sanksi sosial. Ini bagus untuk pembelajaran baginya meskipun konon katanya Ali Sadikin malah lebih kasar dari Ahok. Ali terkenal tukang gampar menempeleng secara fisik, sedang Ahok hanya mulutnya yang sedikit comberan tetapi sisi jiwa terbukanya bagi orang yang kenal dekat, Ahok humanis. Namun hikmah dari kasus ini KPI harus segera proaktif mengatur pengenaan sanksi berat dan denda yang lebih besar untuk menghadirkan kredibilitas tayangan TV kedepan yang cerdas mendidik.

Thursday, February 19, 2015

Belajar Dari Konflik KPK Versus Polri

Dari kilas balik perseteruan KPK Versus Polri banyak pelajaran yang bisa kita petik untuk bersikap dan memandang arah yang tepat. Lebih penting peristiwa ini seharusnya jadi tonggak sejarah bagi "decision maker" dalam manajemen konflik. Media sebagai corong-pun tak luput pontang panting memosisikan diri apakah imparsial atau berpihak kepada kebenaran apa dan untuk siapa?

Jokowi tanggal 18 Februari 2015, sehari sebelum Imlek telah menunjukkan kelas-nya. Konferensi Pers Jokowi dengan tegas tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri sekaligus menonaktifkan Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto selanjutnya menunjuk 3 orang Plt KPK yaitu Mantan Ketua KPK Taufiqurahman Ruqi, Indryanto Seno Adjie dan Johan Budi. Banyak yang menilai keputusan Jokowi hari itu sangat jenius. Jokowi benar benar mengejutkan banyak pihak, tak terkecuali pasar taruhan yang jauh meleset prediksinya pasca putusan Praperadilan (haqul yakin BG dilantik). Penantian kita pada hari itu  akhirnya terjawab. Kesan publik kepada Jokowi "buying time" mengulur waktu terbukti karena kasus ini memang rumit bertumpuk tumpuk baik faksi-faksi yang bertubrukan maupun dimensi politik dan hukum yang saling bergesekan sehingga Jokowi harus menunggu amunisi dan unsur pendukungnya lengkap.

Tampaknya Jokowi berusaha menggunakan timbangan untuk memberi rasa adil bagi semua. Bagi pihak yang benci BG akan terpuaskan sedangkan bagi pihak yang muak dengan AS bisa bernafas lega.Tapi seperti lazimnya sebuah keputusan pasti ada pihak yang tak puas senang. Jokowi sudah bersikap ambil keputusan dengan segala risiko-nya tetapi tetap saja direspon negatif oleh dua pihak yang terbelah karena perbedaan kepentingan.
Pihak pertama sudah pasti para aktivis dan lawan politik yang selalu sinis bercampur sirik bilang keputusan Jokowi sangat terlambat sedangkan pihak kedua adalah segelintir politisi PDIP yang kecewa dan menyesalkan.
Pihak pertama ini memang voters yang harus disentuh dan direbut hatinya oleh Jokowi, mereka orang orang yang idealis tapi labil sehingga perlu diajak partisipasinya untuk membangun negeri. Sedangkan pihak kedua segelintir politisi PDIP yang dekat dengan BG seperti Trimedya, Masinton Pasaribu, Effendi Simbolon dan Junimart Girsang yang ditamengi oleh Pramono Anung dan Ahmad Basarah. Blok kedua segelintir elite PDIP inilah Brutus teriak Brutus yang sebenarnya. Politisi PDIP yang bersikap aneh tak henti hentinya merusak sendiri warna merah dan membengkokkan mulut si moncong putih. Ada kecurigaan kelompok inilah yang selalu merecoki kabinet Jokowi dan berintrik mengadu domba Mega dengan Jokowi demi target-target tertentu. Bagi yang mengenal Ketum PDIP itu secara dekat haqul yakin Mega sudah tak punya ambisi pribadi apapun karena semua pencapaian tertinggi di Republik ini sudah dia raih. The Truly Brutus inilah yang selalu berkampanye istilah "petugas partai" yang sangat rentan bercitra negatif. Mereka harus segera dijauhkan dari Megawati dan khususnya Puan. Untung PDIP masih punya pentolan abadi seperti Sidarto Danusubroto, Tjahyo Kumolo, Maruarar Sirait, Teras Narang, Ganjar Pranowo, Budiman Sujatmiko, Rieke Diah Pitaloka, Aria Bima, Hasto Kristianto dan Eva Sundari yang mulai sekarang harus ekstra hati hati membuat jembatan hubungan Presiden dgn PDIP agar jeruk tak makan jeruk. Yang patut diapresiasi justru sikap dingin dan kesetiaan Seskab Andi Widjayanto yang dituduh brutus, padahal Ia adalah anak kandung darah pendiri PDIP Jenderal Theo Syafie. Jokowi sangat jeli memilih dan beruntung diback-up anak muda ini yang diakui sangat tajam intuisi intelijennya juga jago soal Keamanan Nasional.

Beberapa minggu sebelumnya memang telah terjadi pergerakan situasi yang sangat sulit diprediksi, kocar kacir bagai berada di persimpangan gang sempit yang saling berpotongan, sebelum akhirnya terbelah dalam dua kubu yang terkonsentrasi berhadap-hadapan serta publik yang bingung sebagai penontonnya. Kita bisa amati bagaimana sejumlah media online mainstreem seperti Detik, Tempo, Kompas, Berita-Satu, tampaknya tidak ada satupun yg berpihak kepada Polri  justru sebaliknya membabibuta membela KPK! Mengapa ini bisa terjadi, apakah karena puja-puji yang menempel ditubuh KPK adalah magnet yang sangat penting untuk diselamatkan ataukah karena terlanjur antipati kepada Polri? Atau betulkah pemihakan ini benar benar natural berasal dari gerakan bawah (tanah?) yang bergerak,  bukan karena settingan yang bersifat pesanan (order) untuk menembus target oplosan plus oplahan para NGO dan kapitalis pemilik modal?
Entah apa yang sedang berseliweran dibenak para aktivis dan  media pendukung KPK, meskipun misalnya segudang bukti AS telah dibeberkan, mereka tetap gigih berapologi, tidak menggubris, menyepelekan malah menuduh itu dicari-cari, direkayasa utk menghancurkan KPK, sebesar itukah cinta mereka kepada KPK sehingga apriori satu paket harus pula mencintai cela yang dimiliki Ketuanya? Tidakkah lebih adil memberi saja ruang bagi komite etik untuk obyektif menguliti kasusnya? Banyak orang yang penasaran ingin tahu apa yangg terjadi jika ujungnya, AS secara telak terbukti transaksi jual beli kepentingan politik dgn hukum, gratifikasi pistol, kasus pemalsuan dan asusila, maka tetapkah media pewarta dan orang-orang itu mati-matian membela AS dan KPKnya?

Sebaliknya pendukung Budi Gunawan juga memberikan warna yang berbeda namun tampak sudah dikelola sangat rapi, mulai dari demo bayaran sampai anggota parlemen yang ngotot atas alasan konstitusional mendesak Presiden RI agar segera melantik Budi Gunawan. Meskipun permohonan Budi Gunawan dikabulkan dengan Putusan yang sangat baik, namun Media segera menentangnya dengan menampung semua hujatan kepada Hakim Sarpin Rizaldi dan Kuasa Hukum Budi Gunawan.

Mungkin benar apa kata seorang pengamat intelijen yg menyimpulkan KPK telah memenangkan "asymetric warfare" dan sukses besar menggiring opini publik!! Kalau sampai disitu asumsinya dapat diterima, maka ini adalah pertarungan kepentingan disatu pihak investor-pemilik modal raksasa yg paksa Indonesia superkilat benar benar harus jadi negara "clear dan clean" melawan negara dan pemerintah RI dipihak lain yg dicap lamban karena mengutamakan harmoni multi-faktor mulai dari kultur budaya, politik, ketatanegaraan, ekonomi, tata nilai dan sistem kemasyarakatan sampai kepada mental bangsa. Kita tahu KPK corak dan model-nya presis berkiblat ke Amerika, saat ini sdh diterapkan dan cukup berhasil di beberapa negara Asia Timur seperti China, Hongkong, Korea. Bagaimana Indonesia? Tentu perlu waktu yg cukup!

Sepertinya bila diasumsikan secara jernih pertarungan ini dimenangkan dengan skor 2-0 oleh Polri dengan hasil kalkulasi Polri tidak kehilangan apa apa, karena Budi Gunawan memang belum berstatus Kapolri dan Ia mendapatkan kembali untuk sementara Status bukan tersangka sementara KPK justru kehilangan 2 orang Komisionernya bahkan menjadi tersangka pesakitan yang tidak bisa diprediksi kapan berakhir penyelesaian kasusnya. Sampai disini media-pun terdiam tak mampu berbuat apa apa karena tenggelam oleh ketegasan sikap Jokowi yang semula selalu diremehkan.

Baru kali ini kekuatan media baik cetak, online maupun elektronik ternyata gagal total menciptakan gelombang perubahan bagi kemenangan "civil society". Media sebagai corong masyarakat sipil sebulan ini kompak bersatupadu (kecuali MetroTV dan TVOne netral = tumben mesra) untuk merebut opini, sungguh luarbiasa tak henti membombardir Polri dan sebaliknya mati matian membela KPK. Apa sebab kegagalan ini terjadi? Paling tidak ada beberapa hipotesis penyebab kegagalan media tersebut yaitu;
1. Yang dibela mati-matian yaitu KPK plus Komisioner ternyata kotor juga bahkan disinyalir bermental politisi..
2. Ada nafsu berlebihan media untuk membunuh Institusi Polri yang justru berbalik membangunkan simpatisan Polri dan empati esprit de corps yang menjalar kuat bagi seluruh anggota Polri yang memiliki Doktrin Prajurit Bhayangkara
3. Tidak jelas "common enemy"-nya siapa, Media ragu ragu untuk menentukan apakah Jokowi atau BG/Polri. Media menampung hujatan publik kepada Jokowi, media selalu memojokkan Jokowi sampai lupa sasaran utamanya adalah BG. Akibatnya berbalik, relawan Jokowi serentak bangkit dan siap pasang badan bagi Jokowi.
4. Media melupakan kode etik jurnalistik, perburuan berita miskin klarifikasi, gunakan pelintiran headline dan berani menularkan cerita bohong dan rekaan semata.

Dari cuplikan di atas semoga bisa menjadi pelajaran untuk memupuk kedewasaan kita dalam memahami segala persoalan konflik sesulit apapun itu, Memberantas Korupsi harus dimulai dari sudut pandang yang lebih jernih agar dapat meminimalkan sifat "selfish" memaksakan benar sendiri, menang sendiri. Cukuplah sekali kasus seperti ini terjadi semoga kedepannya semua pihak selalu cepat tanggap beresolusi untuk menyelesaikan konflik secara damai (peacefull settlement).

Dosa Mencuri Makanan Raja

Melongok dibalik nukilan kisah sejarah Raja Raja bersama para pembantunya dan orang-orang yang melingkarinya dengan cover story "rakyat" sungguhlah sarat dengan segudang intrik, siasat, pengelabuan, jebakan dan teror. Namun selalu tergambar betapa dalamnya sebuah pengetahuan akan kebijaksanaan yang tersembunyi.Teater Gandrik misalnya bisa menjadi cermin betapa kuatnya unsur dramaturginya, adegan teatrikalnya bisa menguatkan peran 'sumir" sebagai korban kekuasaan.
Raja Inggris (Sir John) dalam rangka melindungi kekuasaannya dari pemberontakan Ia harus menyatukan faksi faksi yang bertikai dalam lingkar kekuasaannya maka Ia berkata jujur bercerita kepada para menteri dan orang-orang Istana, sewaktu kecil ia pernah mencuri makanan Sang Raja (ayahnya) dan ayahnya malah menghukum pelayan lain. Ayahnya pun berpesan padanya bahwa ia sebenarnya sudah tahu hal itu, namun kehormatan keluarga harus terjaga. Itulah dasar mempertahankan kerajaan. Jangan sampai hal kecil memperburuk kerajaan dan Putra Mahkota harus dianggap jujur.
Cerita Raja yang menggunakan taktik dalam kebijaksanaannya mencari hukum dan keadilan bahkan juga terjadi dalam Kitab Suci. Dalam Kisah Raja Yusuf bahkan diriwayatkan Ia mendapatkan strategi dari Allah untuk menjaga keselamatan adiknya Benyamin dengan siasat "mencuri Piala Bejana minuman raja". Allah memberikan kemudahan bagi Yûsuf untuk mengatur segala sarana dan taktiknya dengan seksama penuh hati-hati. Itu semua adalah sebagian karunia Allah untuk meninggikan derajat ilmu kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan di atas orang yang berilmu selalu ada yang Lebih Besar dan Lebih Berilmu. Selalu ada saja yang lebih tahu. Ditemukannya Piala dari tas Benyamin, membuat malu saudara- saudara Yûsuf yang lain. Mereka pun mencari-cari alasan untuk membebaskan diri dari pencurian yang dilakukan oleh Benyamin. Sebuah alasan yang menohok Benyamin dan Yûsuf , mengisyaratkan bahwa mencuri adalah watak yang mereka berdua warisi dari ibunya. Mereka mengatakan, "Tidak aneh kalau ia mencuri, sebab saudara kandungnya pun pernah melakukan hal yang sama sebelumnya!" Yûsuf merasakan dalamnya dan pedihnya tuduhan tersembunyi itu, tetapi ia menyimpan perasaan itu dalam dalam, yang kalau diutarakan akan berbunyi, "Derajat kalian lebih rendah dan hina. Allah lebih tahu dengan benar tentang apa yang kalian katakan mengenai tindakan mencuri yang dilakukan Benyamin itu"
Alkisah dinegeri antah berantah, terkenal legenda cerita tentang seorang yang tertangkap mencuri makanan Raja yang diperintahkan dihukum gantung. Sebelum digantung Raja memberikan si Pencuri kesempatan untuk berbicara untuk terakhir kalinya. Pencuri menjawab ''ketahuilah Baginda saya dapat menanam satu biji apel yang bisa bertumbuh dan berbuah dalam satu malam. Itulah rahasia yang diajarkan oleh ayahku dan saya berpikir sayang sekali bila pengetahuan dan rahasia ini mati bersama saya". Akhirnya Raja menunda hukum gantung itu dan si Pencuri pun menggali lubang dan mengatakan " biji ini hanya dapat ditanam oleh orang yang tidak pernah mencuri atau mengambil milik orang lain, tentunya saya tidak dapat melakukan ini". Lalu Raja memerintahkan Perdana Menteri untuk menanamnya tetapi Ia ragu ragu dan menampiknya karena ternyata sewaktu muda Perdana Menteri pernah menympan barang yang bukan miliknya. Ketika Bendahara diminta menanam biji itu memohon maaf karena Ia pernah menipu untuk memiliki sejumlah uang. Akhirnya Raja-pun menghela nafas dan mengaku Ia juga tak dapat menanamnya karena sewaktu kecil Ia suka mengambil barang berharga milik ayahnya. Sang pencuri berpaling kepada mereka " Tuan Tuan adalah orang terhormat dan berkuasa tidak menginginkan sesuatu lagi, tetapi tidak dapat menanam biji apel ini. Tetapi saya yang mencuri makanan sedikitpun yang kebetulan makanan Raja untuk dapat bertahan hidup, harus digantung" Sang Raja tersenyum, senang dan puas dengan perumpamaan dan kebijaksanaan si pencuri dan segera mengampuni membebaskannya.
Dari cuplikan "cover story" di atas semoga bisa menjadi inspirasi untuk memupuk kedewasaan kita dalam memahami segala persoalan konflik sesulit apapun itu, dari sudut pandang yang lebih positif dengan pendekatan kebijaksanaan yang adil menenangkan hati sekaligus juga dapat meminimalkan aura negatif dan ketamakan diri sendiri untuk selalu "selfish" memaksakan benar sendiri, menang sendiri. Bagi kita yang belum pernah jadi Raja ataupun jadi Presiden RI dengan petikan hikmah cerita di atas dapat menumbuhkan kesadaran empati kita yang mendamaikan hati!!

Friday, February 1, 2013

Obituari, Matinya Politik Akal Sehat



Obituari, Matinya Politik Akal Sehat


Kapan persisnya Malaikat El-Maut (Angel of Death) menjemput kematian politik akal sehat, hal itu tidak diketahui persis. Namun, ia tidak berumur panjang, mati dalam usia yang sangat muda. Dilahirkan pada akhir tahun 1990-an sebagai buah dari rajutan cinta dan kerinduan terhadap tatanan kekuasaan yang menghargai serta memuliakan martabat manusia: keadilan, kesetaraan, toleransi, pengakuan, dan penghargaan terhadap heterogenitas serta nilai-nilai luhur lainnya. Romantisisme cinta publik terhadap manajemen kekuasaan negara di awal reformasi mungkin mirip sensasi dan fantasi romantisisme rakyat Athena terhadap demokrasi, ratusan abad sebelum Masehi dalam buku Victoria Wohl, Love Among The Ruins (2002), mengenai erotisme demokrasi di Athena klasik.
Kehadiran politik akal sehat juga menghasilkan energi dahsyat yang mampu meluluhlantakkan tatanan kekuasaan yang represif dan otoritarian. Namun, daya tahan tubuhnya merosot secara drastis sejalan dengan semakin menumpuknya racun opium kekuasaan yang bersarang di tubuhnya. Toksin yang memproduksi penyakit kanker ganas yang disebut korupsi politik sudah menjalar ke seluruh sendi dan tulang sumsum hampir di sekujur tubuh politik negara. Daya bunuh racun ganas itu juga mematikan nurani dan integritas, menghancurkan kredibilitas, melumpuhkan kompetensi, dan meluluhlantakkan nilai-nilai yang menjadi pilar politik akal sehat.
Sementara itu, praktik politik akal-akalan dan perilaku munafik yang menghamba uang semakin subur. Akibatnya, demokrasi disulap menjadi mobokrasi, seremoni mengalahkan substansi, citra menghapus fakta, sikap santun bersenyawa dengan perilaku durhaka, kejujuran identik dengan kebodohan. Medan politik menjadi ladang pembantaian oleh para petualang politik yang bermodal besar terhadap politisi bersih dan idealis tetapi bermodal cupet.
Kutipan di atas, yang diangkat dalam tajuk harian Kompas, mengonfirmasi kematian politik akal sehat. Angka yang disebut tidak terlalu berbeda dengan jumlah yang beredar di kalangan politisi bahwa ongkos menjadi anggota DPR minimal Rp 5 miliar. Jumlah yang fantastis dan membikin merinding bulu kuduk rakyat yang terengah-engah berjuang memenuhi kehidupan minimal sehari-hari.
Hal itu membuktikan hasrat politisi yang didominasi dan tunduk kepada kepentingan ekonomi bersedia mengeluarkan biaya yang sangat tinggi demi kekuasaan, meskipun mereka tahu total pendapatan selama lima tahun jauh lebih kecil daripada ongkos yang dikeluarkan.
Perilaku sama dan sebangun sudah akan terjadi pada 2013, karena pada tahun ini diperkirakan akan diselenggarakan 160 pilkada, termasuk pilkada yang seharusnya dilakukan pada 2014. Karena itu, pilkada tahun ini diperkirakan tidak akan banyak manfaatnya bagi masyarakat. Terlebih, selain masih didominasi politik uang, regulasi pilkada, termasuk RUU yang sedang dibahas, belum dapat menjamin lahirnya kepala daerah yang mempunyai komitmen mempergunakan kekuasaan untuk kepentingan rakyat.
Kualitas yang berkaitan dengan integritas dan kompetensi tidak cukup hanya diobati dengan rekayasa elektoral melalui perubahan dari pilkada secara langsung diubah melalui DPRD. Persoalannya jauh lebih mendasar, partai politik harus melakukan pendidikan karakter bagi kader-kadernya yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan tersebut.
Hal yang hampir dapat dipastikan akan terjadi pula pada pemilu legislatif dan pemilihan presiden yang secara maraton akan diselenggarakan pada 2014. Medan politik akan benar-benar menjadi pasar modal. Pemilik modal akan menjadi ”tuan besar” dan pemenang yang sesungguhnya karena merekalah yang akan banyak menentukan kalah-menang dalam pertarungan politik tahun depan. Bahkan dikhawatirkan petualang politik juga akan berusaha menggerogoti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta memanfaatkan akses politik mereka untuk menguras kekayaan negara.
Akibatnya, kematian politik akal sehat sangat menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara. Sayang, tidak banyak orang yang tahu sehingga yang meratapi dan berduka juga tidak banyak. Namun, yang masih memberikan harapan adalah pengalaman empiris yang menjadi dalil politik bahwa orang sekali mati akan mati selamanya. Namun, perjuangan politik dapat mati berkali-kali dan akan hidup kembali. Karena itu, orang-orang yang berniat baik tidak boleh berdiam diri. Dalam kehidupan yang sarat dengan segala macam penyakit masyarakat, bersenyap-senyap sendiri dan tidak peduli adalah kejahatan sosial.
Spirit dan roh yang menebarkan kemuliaan masih banyak dan tersebar di berbagai kalangan, cendekiawan, kelompok profesional, bahkan di kalangan politisi dan birokrat serta berbagai organisasi masyarakat. Mereka yang gigih dan tak pernah lelah melakukan perlawanan terhadap kebatilan. Kekuatan magis inilah yang akan menghidupkan kembali politik yang bernalar dan mulia. Agenda yang sangat penting adalah mengawasi perekrutan politik serta mempersiapkan gagasan besar untuk menata kekuasaan yang lebih beradab pasca-Pemilu 2014.
J KRISTIADI Peneliti Senior di CSIS
 

Tuesday, December 6, 2011

Ozon Naik Pertanda Gempa

Beberapa binatang dilaporkan menunjukkan perilaku aneh beberapa saat menjelang terjadinya gempa. Anjing terus menyalak, burung berkumpul rapat dengan kawanannya, serta kodok menghilang dari kolamnya. Sebenarnya apa yang tertangkap indera mereka dan luput dari kemampuan indera manusia?

Pertanyaan itu mengantarkan sekelompok fisikawan University of Virginia di Amerika mulai menumbuk batu dan mengukur gas dalam laboratorium eksperimen yang dirancang untuk meniru gempa bumi dan melihat apa yang mungkin memicu binatang itu berlaku aneh.



Apa yang mereka temukan sangat mengejutkan. Batuan yang mereka gerus ternyata menghasilkan gas ozon pada level 100 kali lipat lebih tinggi daripada kabut asap yang menyelimuti kota Los Angeles.

“Bahkan pecahan batuan terkecil pun menghasilkan ozon,” kata Catherine Dukes, anggota tim peneliti. “Pertanyaan selanjutnya, apakah gas itu juga terdeteksi di lingkungan?”

Jika jawabannya “benar,” sinyal ozon yang dilihat oleh Dukes dan timnya mungkin dapat digunakan untuk memberi peringatan dini dalam mengantisipasi gempa yang akan terjadi.

Tim Dukes menguji sejumlah tipe batuan metamorf dan batuan beku di laboratorium, termasuk basalt, granit, gneiss dan rhyolite. Beragam jenis batuan tersebut menyusun 95 persen kerak bumi.

Batuan yang digerus menghasilkan ozon pada level antara 100 ppb hingga 10 ppm. Kandungan ozone dalam batu itu lebih tinggi ketimbang kadar gas itu di sekitarnya, yang dapat bervariasi mulai dari 40 ppb di daerah pinggiran sampai lebih dari 100 ppb di pusat kota.

Bagaimana batuan itu memproduksi ozon masih belum jelas, namun tampaknya disebabkan perbedaan muatan listrik antara permukaan batu rekahan. Elektron dari permukaan batu bermuatan memecah molekul oksigen di udara, yang berkumpul kembali membentuk ozon di permukaan tanah.

“Mirip seperti sambaran kilat mini,” kata Dukes.

Bila studi tim University of Virginia mengukur kadar ozon di tanah, kelompok ilmuwan lain menemukan adanya peningkatan ozon di atmosfer ketika gempa besar. Setelah gempa Haiti pada 2010, Ramesh Singh, geofisikawan dari Chapman University, menggunakan satelit untuk mendeteksi peningkatan level ozon dalam beberapa hari pasca gempa.

Tak diketahui apakah ozon itu berasal dari rekahan batu, seperti hasil eksperimen University of Virginia, namun beragam observasi akan membantu ilmuwan mengungkap proses fisika fenomena itu.
“Apa yang mereka lihat pada skala kecil di laboratorium mungkin dapat menjelaskan pengukuran yang kami peroleh lewat satelit,” kata Singh, “namun seluruh bumi ini adalah sistem dari sistem yang sangat rumit.”

LIVESCIENCE | TJANDRA (Tempo Interaktif)

Thursday, March 10, 2011

Penyelesaian Konflik: Rekonsiliasi Versus Resolusi (Sebuah Pendekatan Teologi)

"Dari manakah datangnya sengketa dan perselisihan diantara kamu? Kamu menginginkan sesuatu tetapi tidak memperolehnya, kamu tidak memperoleh apa apa, lalu kamu menyalahkan orang lain sebagai penyebabnya, karena kamu sebenarnya mengharapkan mereka selalu mengikuti dan memenuhi keinginan dan kehendakmu, kamu mengharapkan kondisi itu selalu membawa kebahagiaan karena hak dan milikmu tidak diganggu, tetapi kamu lupa bahwa keinginan orang lainpun seingkali sama, lalu kamu marah karena terganggu dan gagal mendapatkannya"  (Diadopsi dari Surat Rasul Yakobus) 

 Membawa damai bukanlah menghindari konflik.Lari dari masalah, berpura-pura masalah itu tidak ada atau takut membicarakannya sebenarnya adalah sikap pengecut. Jika anda ingin menjadi juru damai maka anda jangan sekalipun pernah takut akan Konflik. Anda dalam banyak hal tidak boleh menyerah. Demi kebaikan semua orang anda perlu memancing konflik, menghindari konflik dan menciptakannya agar penyelesaiannya  bersifat menyeluruh dan tuntas. Ada beberapa langkah dasar penyelesaian konflik:

Pertama, Selalu Mengambil Inisiatif, basis pertama yang sangat menentukan adalah jangan menunggu pihak lain, hampirilah mereka terlebih dulu. Jangan menunda membuat dalih atau berjanji " aku akan mengurusnya suatu saat nanti" sesegera mungkin tetapkan sebuah pertemuan, penundaan hanya memperdalam rasa dendam dan menciptakan segalanya lebih buruk. Dalam konflik waktu tidak menyembuhkan apapun, waktu menyebabkan luka makin bernanah. Bertindak dengan cepat akan mengurangi kerusakan yang lebih parah.

Kedua, Simpati dan Empati, sebelum mencoba menyelesaikan suatu perselisihan gunakanlah telinga anda lebih banyak dari mulut anda untuk menjenguk dan mendengarkan perasaan perasaan orang. Pusatkan perhatian kepada perasaan bukan kepada fakta, mulailah dengan simpati empati jangan potong kompas kepada kesimpulan solusi, jangan tergesa-gesa mencoba membujuk orang untuk menceritakan apa yang mereka rasakan. Dengarkan saja dan biarkan mereka mengeluarkan isi hati secara emosional tanpa bersikap membela atau menyalahkan. Mengangguklah bahwa anda paham walaupun anda tidak setuju. Perasaan tidaklah selalu benar atau masuk akal dan orang tidak peduli dengan apa yang kita ketahui sampai mereka tahu bahwa anda benar benar tulus dan peduli.

Ketiga, Pengakuan Kelemahan Anda, suatu referensi teologi  mengatakan "keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu, jika kita berkata bahwa kita tidak berdosa maka kita menipu diri sendiriKarena tiap orang  memiliki kelemahan maka anda berdamailah agar orang tersebut percaya sepenunyaa pada anda dan sukarela meminta anda untuk mengevaluasi tindakan-tindakannya dan bersedia mendamaikan perselisihan mereka.


Keempat. Seranglah Masalahnya Bukan Orangnya, anda tidak mungkin membereskan masalah jika anda sibuk mencari siapa yang bertanggung jawab  Kata bijak mengajarkan" jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan amarah" Anda tidak akan pernah menjelaskan pikiran anda dengan marah. Ketika memecahkan konflik cara anda berbicara sama pentingnya dengan apa yang anda katakan. Jika anda mengatannya dengan cara menyerang akan menimbulkan pembelaan diri dan penolakan karena orang yang bijak hati dan berbicara elegan lebih dapat meyakinkan. Hindarilah kata kata mengutuk, meremehkan, mencap, mengejek, arogan dan kasar.

Kelima. Bekerjasama Sebanyak Mungkin. Kooperatif dan akomodatif adalah kunci langkah ini karena damai selalu memiliki label harga. Kadangkala damai itu harganya adalah sebesar kesombongan dan keegoisan kita. Demi konsesnsus berusahalah sejauh mungkin berkompromi mendekatkan kesamaan pandang dalam situasi dan item yang sesulit apapun. Sebuah parafrase  mengatakan bahwa kamu akan berhasil bila anda menunjukkan contoh kecil bagaimana bersikap kooperatif dan bukannya bersaing atau berkelahi


Keenam, Utamakan Rekonsiliasi Bukan Resolusi, suatu hal yang tidak masuk akal dan realistis bila kita mengharapkan semua orang setuju dengan segala sesuatu. Rekonsiliasi mengutamakan suatu hubungan (partnership), sedangkan resolusi mengutamakan masalah. Bila kita mengutamakan rekonsiliasi masalah akan kehilanhan maknanya dan seringkali menjadi tidak relevan. Kita dapat membangun kembali hubungan meskipun kita tidak mampu menyelesaikan perbedaan perbedaan yang timbul. Permata dan berlian yang sama akan tampak berbeda dari sudut yang pberbeda. Yang diutamakan adalah kesatuan bukan keseragaman, kita tidak dapat hidup bergandengan tangan tanpa kesepakatan atas masalah yang diakui bersama. Bukan berarti kita berhenti mencari penyelesaian masalah , kita tetap membutuhkan dialektika, berdebat dan berdiskusi dengan sehat namun lakukanlah dalam semangat keharmonisan. Rekonsiliasi berarti anda melupakan perbedaan pendapat itu namun tetap mengingat masalah yang terutama untuk memulihkan tensi dan hubungan kearah yang lebih baik.



Thursday, September 30, 2010

Commander is a Master

Commander as a naval rank

Commander is a rank used in many navies and some air forces but is very rarely used as a rank in armies (except in special forces where it designates the team leader). The title (originally "master and commander") originated in the 18th century to describe naval officers who commanded ships of war too large to be commanded by a Lieutenant but too small to warrant the assignment of a post-captain. In practice, these were usually unrated sloops-of-war of no more than 20 guns. The Royal Navy shortened "master and commander" to "commander" in 1794; however, the term "master and commander" remained (unofficially) in common parlance for several years.[1] A corresponding rank in some navies is frigate captain. In the 20th and 21st centuries, the rank has been assigned the NATO rank code of OF-4.

[edit] Royal Navy


Insignia of a Royal Navy commander
A commander in the Royal Navy is above the rank of lieutenant-commander, below the rank of captain, and is equivalent in rank to a lieutenant colonel in the army. A commander may command a frigate, destroyer, submarine, aviation squadron or shore installation, or may serve on a staff.

Royal Australian Navy

A commander in the Royal Australian Navy (RAN) is identical in description to a commander in the British Royal Navy. RAN chaplains who are Division 1, 2 and 3 (of 5 divisions) have the equivalent rank standing of commanders. This means that to officers and NCOs below the rank of commander, major or squadron leader, the chaplain is a commander. To those officers ranked higher than commander, the chaplain is subordinate. Although this equivalency exists, RAN chaplains who are Division 1, 2 and 3 do not actually wear the rank of commander, and they hold no command privilege.

Royal Air Force

Since the British Royal Air Force's middle-ranking officers' designations are modelled after the Royal Navy's, the term wing commander is used as a rank and is equivalent to a lieutenant colonel in the army or commander in the navy. The rank is above squadron leader and below group captain.
In the now defunct Royal Naval Air Service, which amalgamated with the Royal Flying Corps to form the Royal Air Force in 1918, pilots held appointments as well as their normal Royal Navy ranks, and wore insignia appropriate to the appointment instead of the rank. Flight commander wore a star above a lieutenant's two rank stripes, squadron commander wore two stars above two rank stripes (less than eight years' seniority) or two-and-a-half rank stripes (over eight years seniority), and wing commander wore three rank stripes. The rank stripes had the usual Royal Navy curl, and were surmounted by an eagle.

Canadian Navy

United States

Polish Navy

The corresponding rank in the Polish Navy is Komandor porucznik.

Commander as a military appointment

British Army

In the British Army, the term "commander" is officially applied to the non-commissioned officer in charge of a section (section commander), vehicle (vehicle commander) or gun (gun commander), to the subaltern or captain commanding a platoon (platoon commander), or to the brigadier commanding a brigade (brigade commander). Other officers commanding units are usually referred to as the officer commanding (OC), commanding officer (CO), general officer commanding (GOC), or general officer commanding-in-chief (GOC-C), depending on rank and position, although the term "commander" may be applied to them informally.
In the First Aid Nursing Yeomanry commander is a rank equivalent to Major.

New Zealand Army

The usage is similar to the United States Army, with the term "commander" usually applying to very senior officers only, typically at divisional level (major general).

Spanish Armed Forces and Guardia Civil

In the Spanish Army, the Spanish Air Force and the Marine Infantry, the term commander is the literal translation of "comandante", the Spanish equivalent of a Commonwealth major. The Guardia Civil shares the Army ranks, and the officer commanding a house-garrison (usually a NCO or a lieutenant, depending on the size) is addressed as the "comandante de puesto" (post commander).

United States Army

In the United States Army, the term "commander" is officially applied to the commanding officer of army units; hence, there are company commanders, battalion commanders, brigade commanders, and so forth. At the highest levels of U.S. military command structure, "commander" also refers to what used to be called commander-in-chief, or CINC, until October 24, 2002, although the term CINC is still used in casual speech.

United States Air Force

In the Air Force, the term "commander" (abbreviated "CC" in office symbols, i.e. "OG/CC" for "operations group commander") is officially applied to the commanding officer of an Air Force unit; hence, there are flight commanders, squadron commanders, group commanders, wing commanders, and so forth. In rank, a flight commander is typically a lieutanant or captain, a squadron commander is typically a major or lieutenant colonel, a group commander is typically a colonel, and a wing commander is typically a senior colonel or a brigadier general.
An "aircraft commander" is also designated for all flights of United States Air Force aircraft. This individual must be a pilot and an officer that has graduated from an formal aircraft commander course and is designated on flight orders by the unit commander for that particular flight. This individual is in command of all military personnel on the aircraft regardless of rank (even individuals that out-rank the aircraft commander).

Wednesday, September 22, 2010

Arti Jabat Tangan


Ada makna mendalam di balik jabat tangan. Melalui gaya menyambut uluran tangan, Anda bisa menilai pribadi seseorang. Apakah dia memiliki rasa percaya diri tinggi, tegas, merasa tidak aman, atau tidak tegas.

Sangat menarik untuk mengetahui kepribadian seseorang di balik kebiasaannya berjabat tangan. Entah itu ayah, klien, teman, atau pria incaran.

Berikut tiga gaya berjabat tangan terkait penggambaran kepribadian seseorang, seperti dikutip dari laman Askmen.

1. Jabat tangan lemah Ini menandakan seseorang memiliki pribadi yang lemah. Kekuatan cengkeraman seseorang menentukan sirkuit batin atau karakternya. Sejumlah staf human resource department (HRD) menggunakan taktik ini saat wawancara pekerjaan, untuk menilai apakah seseorang cocok dengan pekerjaan yang dilamarnya atau tidak.

2. Meremas tulangMereka yang memiliki kebiasaan menjabat tangan dengan cengkeraman sangat keras atau terlalu lama, menandakan ada hal negatif dalam dirinya. Itu menandakan sikapnya yang berlebihan. Cengkraman seperti ini menjadi menandakan kompensasi atas aura negatif dalam dirinya.

3. Tidak kencang dan tidak lemahJabat tangan yang baik adalah yang tidak terlalu kencang ataupun terasa lemah. Jabat tangan ini menandakan seseorang memiliki kepercayaan diri yang tidak berlebihan dan pintar menempatkan diri dalam segala suasana.

Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan sejumlah ilmuwan dari University College London mengklaim bahwa kekuatan cengkeraman jabat tangan juga bisa digunakan untuk mendeteksi harapan hidup seseorang.

Mereka yang memiliki kekuatan cengkeraman lemah dianggap memiliki harapan hidup lebih pendek dibanding mereka yang terbiasa menjabat tangan dengan cengkeraman kuat.