Saturday, October 9, 2010

Jakarta Menagih Janji

Jum'at, 08 Oktober 2010 | 01:14 WIB
Ini kisah tentang harapan yang pupus. Tiga tahun lalu, Fauzi Bowo maju dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta dengan slogan "Serahkan pada ahlinya". Saat itu banyak orang percaya bahwa ia mampu membereskan segala centang-perenang Ibu Kota. Alasannya masuk akal: Fauzi adalah seorang ahli tata kota lulusan Jerman dan sudah 30 tahun bergelut dengan sejuta problem Jakarta. Ia jauh di atas lawannya, Adang Daradjatun, seorang jenderal polisi. Dan dengan dukungan partai-partai besar, jadilah Fauzi Bowo memimpin Jakarta.
Kenyataannya kini sungguh berbeda. Masyarakat justru merasakan banjir kian merata di Jakarta, kemacetan makin menjadi-jadi, infrastruktur transportasi nyaris tak bertambah, dan lahan terbuka hijau kian sempit. Deretan masalah ini hanya sebagian dari banyak problem yang dihadapi Jakarta. Selama tiga tahun pemerintahan Fauzi Bowo, berbagai persoalan ini bukannya terselesaikan, tapi malah makin ruwet. Kami kecewa karena Fauzi bukanlah orang baru. Ia pasti sudah mengenal Jakarta dengan baik, termasuk semua masalahnya.
Sehari-hari warga Jakarta mengalami siksaan yang semakin lama di jalan karena kemacetan yang makin parah. Berbagai upaya pembatasan kendaraan belum juga dijalankan. Rencana menjadikan Sudirman-Thamrin sebagai jalan berbayar, penerapan sistem pelat nomor ganjil-genap, pelarangan sepeda motor masuk jalan protokol, atau perluasan kawasan three-in-one barulah dalam tahap pembicaraan.
Tak ada gebrakan yang berarti pula dalam pembangunan angkutan massal. Orang tidak mendengar lagi perkembangan rencana proyek kereta bawah tanah. Proyek monorel pun mandek. Fauzi juga menyia-nyiakan dua koridor busway yang sudah dibangun dengan biaya ratusan miliar rupiah. Sebagian jalan dan infrastrukturnya kini malah sudah rusak.
Upaya mengatasi banjir juga kurang berhasil. Proyek Kanal Banjir Timur memang sudah selesai akhir tahun lalu, sehingga banjir di Jakarta Utara dan Jakarta Timur berkurang. Namun masalah banjir tidak hilang dari Ibu Kota, melainkan cuma bergeser. Jakarta Selatan kini seperti hendak tenggelam. Daerah-daerah banjir mulai meluas. Gandaria, misalnya, selama ini jarang dilanda banjir, tapi kini selalu terendam bila hujan. Bahkan air hujan juga sering menggenangi jalan-jalan protokol, seperti Thamrin dan Sudirman.
Kini semakin disadari, Jakarta membutuhkan pemimpin yang bukan sekadar ahli, tapi juga pemberani. Ia harus berani bertindak tegas agar perencanaan bisa berjalan dan penyimpangan tidak terjadi. Publik jelas bertanya, kenapa Ibu Kota semakin semrawut. Mal-mal, misalnya, tumbuh bak cendawan di musim hujan. Sebaliknya, lahan terbuka hijau terus berkurang. Perubahan rencana umum tata ruang dengan jelas menunjukkan betapa Jakarta makin mengabaikan lingkungan hidup.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belakangan ini bahkan menggulirkan wacana pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Tengah karena Jakarta sudah tidak layak lagi. Pemikiran ini seharusnya membuat Fauzi Bowo malu. Apalagi persoalan transportasi kini diambil alih Kantor Wakil Presiden.
Hanya tersisa sedikit waktu bagi Fauzi Bowo untuk membuktikan bahwa ia seorang pemimpin yang tak sekadar mengetahui problem yang melilit Jakarta, tapi juga mampu mengatasinya.

No comments:

Post a Comment