Thursday, February 19, 2015

Otonomi Hakim Yang Tersohor

Setelah membaca secara lengkap Amar Putusan Praperadilan Hakim Sarpin Rizaldi, aku menjadi terpesona sekaligus heran, tak disangka Hakim setingkat PN mempunyai daya jelajah melampaui pakar hukum Indonesia yang saat ini sangat monoton dan miskin interpretasi dan penemuan hukum-nya.
Ternyata Putusan model Hakim Sarpin ini, pernah sangat tersohor menggetarkan dunia hukum Belanda pada Perkara Lindenbaum-Cohen HogeRaad 1919 yang intinya munculnya kebebasan Hakim melawan keterikatan pembentuk UU dan menyempurnakan UU itu sendiri. Inilah yang mengilhami otonomi dan motivasi Hakim seluruh dunia yang menganut Civil Law termasuk Indonesia. Akibat Putusan HR 1919 ini pembentuk UU tidak pernah khawatir dgn keterbatasan UU yang dihasilkannya, bahkan justru Hakim akan lebih mudah dan leluasa menjaga UU itu berjalan sejajar dengan perkembangan masyarakat yang cepat berubah.
Hal yang tak terbayangkan akibat HR 1919 itu maka logika hukum yang terdiri dari kumpulan fakta dan premis menjadi Ilmu yang sangat penting. Apakah Metode ini kebablasan dan bisa menimbulkan ketidakpastian? Yang jelas konsep ini tidak menabrak doktrin sens-clair (jika kata kata dalam UU sudah cukup jelas maka tidak boleh ditafsirkan).
Putusan Hakim jelas tidak akan pernah memuaskan semua pihak. Hal ini disebabkan semua Putusan itu tidak dapat dijamin selalu "apokditis" (yang tidak dapat dibantah) atau yang "plausible" (yang dapat dipercaya). Dalam metode ini Hakim selalu berusaha meningkatkan kemungkinan menjadi kepastian. Hakim selalu berusaha mencari keputusan "topis" (yang diakui dapat diterima).
Dari otonomi dan motivasi Hakim Sarpin sarat dengan terhubungnya rangkaian gambar bagaimana beberapa kemungkinan yang dimiliki Hakim untuk bisa keluar dari belenggu Pasal 77 KUHAP mengenai syarat obyek Praperadilan. Tak terbendung, dalam Putusan ini otonomi Hakim Sarpin mampu menjelajah berbagai aturan hukum yang relevan untuk menyelesaikan suatu kejadian konkrit. Sangat jernih, ke 5 butir amar putusannya hampir pasti memuat alasan keputusan dan menyebutkan fakta yang memberikan alasan yang melahirkan keputusan itu. Jelas tak terbantahkan adanya fakta "tidak sahnya penyidikan" maka mutatis mutandis mengakibatkan"tidak sahnya penetapan tersangka".
Setelah tersohor seabad yang lalu di Belanda, apakah Putusan Praperadilan Hakim Sarpin ini bisa memicu Para Hakim di Indonesia untuk lebih meningkatkan daya jelajahnya, otonomi dan motivasinya semata mata demi hukum dan keadilan!!

No comments:

Post a Comment