Sunday, December 11, 2011

Penemuan 18.808 Transaksi Aneh

TEMPO Interaktif, Jakarta: Dari 5.854.743 Laporan Transaksi Keuangan Tunai yang diterima Pusat Laporan dan Analisis Keuangan akhir Juli lalu, terdapat 18.808 di antaranya transaksi yang mencurigakan. Menurut Kepala Pusat Pelaporan, Yunus Husein, traksasksi aneh itu baru 585 yang diserakan kepada Kepolisian dan Kejaksaan. “Yang disidik Kejaksaan 18 kasus, sedangkan divonis pengadilan 19 kasus,” kata Yunus ketika membuka seminar bertajuk Mengejar Pelaku Kejahatan Perpajakan Melalui Undang-undang Anti Pencucian Uang di Balai Tiara Convention Centre, Medan, Sabtu (16/8)



Temuan itu diperoleh Pusat Pelaporan berkat informasi Egmont Group, kumpulan dari Financial Intelligent Unit atau penyedia jasa keuangan di negara lain. Pusat Pelaporan resmi menjadi anggota lembaga itu sejak Juni 2004. Dari negara lain ada 26 penyedia jasa keuangan. Adapun dari dalam negeri ada 19 Financial Intelligent Unit.

Yunus menyarankan kepada para penyidik saat menangani kejahatan perpajakan dan pencucian dilakukan dengan follow the money atau pendekatan antipencucian uang. Sekalipun dalam unjuk rasa berujung kerusuhan, menurut Yunus, dengan cara ini bisa mendeteksi dalang (pendonor) unjuk rasa . “Selain menelusuri juga menyelamatkan aset hasil kejahatan untuk negara,” kata Yunus.

Komisaris Polisi Mardiyani dari Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, mengaku adanya penghentian penyidikan kasus pencucian uang dengan alasan kurang bukti. Direktur Intelijen dan Penyidikan Direktorat Pajak, Mochamad Tjiptardjo, dan Ketua Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof Binsar Nasution, hal itu tidak patut terjadi. “Karena data awal penyelidikan sudah ada,” katanya.

Juru bicara Pusat Pelaporan, Natsir Kongah, menduga penghentian penyidikan mungkin adanya perlindungan dari oknum penyidik. Persengkongkolan itu bisa terjadi dan dapat dideteksi dengan cara mendekati aset oknum tersebut. “Contoh mobil yang dia beli atas namanya tapi dibayar orang atau perusahaan lain,” ujar Natsir. Soal temuan Pusat Pelaporan, Natsir mengatakan tidak dapat mempubliskasikannya kepada pers, rekening siapa saja yang dicurigai. “Kami tidak memiliki kewenangan menyidik.”

Salah satu kasus rekening aneh adalah transaksi misterius di BNI Cabang Karawang, Jawa Barat. Terekam seseorang bernama Yudi Hermawan mendepositokan US$ 500 ribu, yang dikonversikan menjadi Rp 4,59 miliar. Si pemilik rekening tak menjelaskan dari mana duit segudang itu ia peroleh.

Sigit Purnomo, Kepala BNI Cabang Karawang, mencium sesuatu yang aneh. Ia hafal betul sosok-sosok yang biasa menyetor dana jumbo. "Mereka biasanya pengusaha pompa bensin atau juragan beras," katanya kepada Tempo. Dan Yudi Hermawan, warga Desa Sinarsari, Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, hanyalah pegawai pajak golongan tiga.

Sigit melapor ke kantor pusat, dan dari situ informasinya diteruskan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Sejak itu, aktivitas rekening nomor 119611235 milik Yudi di Bank BNI Cabang Karawang tersebut dipantau. Ternyata deposito Rp 4,59 miliar itu cuma bertahan 32 hari. Yudi telah memindahkan Rp 4 miliar ke rekening deposito yang baru dibuka atas namanya. Sekitar Rp 390 juta dimasukkan ke rekening tabungan bersama bunganya, Rp 20 juta, juga masih atas nama Yudi. Sebagian yang lain diambil tunai.

Pelacakan dilanjutkan Pusat Pelaporan dengan meminta bantuan Kepolisian Daerah Jawa Barat. Menurut Direktur Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Ari Dono Sukmanto, penyelidikan dimulai awal Maret lalu. Polisi menduga dana besar itu terkait dengan posisi Yudi selaku pegawai pajak. “Ada indikasi penyalahgunaan wewenang dan kejahatan money laundering,” ujar Ari.

Pada 8 April lalu, Yudi Hermawan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Polisi mengira pria 37 tahun itu tak mengerti Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Yudi diduga tanpa pikir panjang memasukkan uang miliaran rupiah secara tunai atas namanya sendiri. Lazimnya dalam kasus money laundering, pelaku menyembunyikan jejaknya dengan memakai nama orang lain, yayasan, atau badan sosial.Yudi memilih bungkam ketika dicecar soal asal-usul uang. ”Dia hanya bilang uang itu dari hamba Allah." kata Ari.

Pengacara Yudi, Jurizal Dwi, mengatakan uang Rp 4,59 miliar itu sumbangan seseorang yang tidak ingin identitasnya dibeberkan. Dana tersebut untuk sumbangan sebuah pesantren di Kerawang. Antara lain dipakai buat membebaskan lahan, membeli sawah, dan membangun gedung. Sebagian lagi dipakai untuk membayar honor guru. "Sisanya tak sampai ratusan juta rupiah," kata Jurizal.

Saat ini yang masih ditunggu oleh masyarakat bagaimana follow up-nya??

by Elik Susanto, Soetana Monang Hasibuan

No comments:

Post a Comment