Thursday, September 30, 2010

Commander is a Master

Commander as a naval rank

Commander is a rank used in many navies and some air forces but is very rarely used as a rank in armies (except in special forces where it designates the team leader). The title (originally "master and commander") originated in the 18th century to describe naval officers who commanded ships of war too large to be commanded by a Lieutenant but too small to warrant the assignment of a post-captain. In practice, these were usually unrated sloops-of-war of no more than 20 guns. The Royal Navy shortened "master and commander" to "commander" in 1794; however, the term "master and commander" remained (unofficially) in common parlance for several years.[1] A corresponding rank in some navies is frigate captain. In the 20th and 21st centuries, the rank has been assigned the NATO rank code of OF-4.

[edit] Royal Navy


Insignia of a Royal Navy commander
A commander in the Royal Navy is above the rank of lieutenant-commander, below the rank of captain, and is equivalent in rank to a lieutenant colonel in the army. A commander may command a frigate, destroyer, submarine, aviation squadron or shore installation, or may serve on a staff.

Royal Australian Navy

A commander in the Royal Australian Navy (RAN) is identical in description to a commander in the British Royal Navy. RAN chaplains who are Division 1, 2 and 3 (of 5 divisions) have the equivalent rank standing of commanders. This means that to officers and NCOs below the rank of commander, major or squadron leader, the chaplain is a commander. To those officers ranked higher than commander, the chaplain is subordinate. Although this equivalency exists, RAN chaplains who are Division 1, 2 and 3 do not actually wear the rank of commander, and they hold no command privilege.

Royal Air Force

Since the British Royal Air Force's middle-ranking officers' designations are modelled after the Royal Navy's, the term wing commander is used as a rank and is equivalent to a lieutenant colonel in the army or commander in the navy. The rank is above squadron leader and below group captain.
In the now defunct Royal Naval Air Service, which amalgamated with the Royal Flying Corps to form the Royal Air Force in 1918, pilots held appointments as well as their normal Royal Navy ranks, and wore insignia appropriate to the appointment instead of the rank. Flight commander wore a star above a lieutenant's two rank stripes, squadron commander wore two stars above two rank stripes (less than eight years' seniority) or two-and-a-half rank stripes (over eight years seniority), and wing commander wore three rank stripes. The rank stripes had the usual Royal Navy curl, and were surmounted by an eagle.

Canadian Navy

United States

Polish Navy

The corresponding rank in the Polish Navy is Komandor porucznik.

Commander as a military appointment

British Army

In the British Army, the term "commander" is officially applied to the non-commissioned officer in charge of a section (section commander), vehicle (vehicle commander) or gun (gun commander), to the subaltern or captain commanding a platoon (platoon commander), or to the brigadier commanding a brigade (brigade commander). Other officers commanding units are usually referred to as the officer commanding (OC), commanding officer (CO), general officer commanding (GOC), or general officer commanding-in-chief (GOC-C), depending on rank and position, although the term "commander" may be applied to them informally.
In the First Aid Nursing Yeomanry commander is a rank equivalent to Major.

New Zealand Army

The usage is similar to the United States Army, with the term "commander" usually applying to very senior officers only, typically at divisional level (major general).

Spanish Armed Forces and Guardia Civil

In the Spanish Army, the Spanish Air Force and the Marine Infantry, the term commander is the literal translation of "comandante", the Spanish equivalent of a Commonwealth major. The Guardia Civil shares the Army ranks, and the officer commanding a house-garrison (usually a NCO or a lieutenant, depending on the size) is addressed as the "comandante de puesto" (post commander).

United States Army

In the United States Army, the term "commander" is officially applied to the commanding officer of army units; hence, there are company commanders, battalion commanders, brigade commanders, and so forth. At the highest levels of U.S. military command structure, "commander" also refers to what used to be called commander-in-chief, or CINC, until October 24, 2002, although the term CINC is still used in casual speech.

United States Air Force

In the Air Force, the term "commander" (abbreviated "CC" in office symbols, i.e. "OG/CC" for "operations group commander") is officially applied to the commanding officer of an Air Force unit; hence, there are flight commanders, squadron commanders, group commanders, wing commanders, and so forth. In rank, a flight commander is typically a lieutanant or captain, a squadron commander is typically a major or lieutenant colonel, a group commander is typically a colonel, and a wing commander is typically a senior colonel or a brigadier general.
An "aircraft commander" is also designated for all flights of United States Air Force aircraft. This individual must be a pilot and an officer that has graduated from an formal aircraft commander course and is designated on flight orders by the unit commander for that particular flight. This individual is in command of all military personnel on the aircraft regardless of rank (even individuals that out-rank the aircraft commander).

Tuesday, September 28, 2010

Dari Sun Tzu Ke Clausewitz


Dua Legenda Perang dari Abad yang sangat jauh berbeda, Sun Tzu menyatakan dalam beberapa rumusan strategi-nya yang sederhana dalam melaksanakan suatu Operasi Militer yang telah banyak digunakan secara umum.  Salah satu diantaranya “Jika anda mengetahui kekuatan lawan dan tahu kekuatan sendiri, anda tidak perlu takut akan hasil dari ratusan pertempuran”. Sementara Clausewitz mengatakan “Strategi bertahan lebih kuat daripada menyerang”.  

Apakah kedua pernyataan strategi tersebut masih akurat atau terlalu sederhana. Apa pelajaran yang dapat dipelajari dari kedua pemikir strategi tersebut, khususnya bagi mereka yang memusatkan perhatiannya dalam merancang konsep operasi di laut, udara dan di ruang angkasa, dan mereka-mereka yang merancang operasi di wilayah daratan, seperti  operasi di hutan, gurun pasir, di perkotaan/perkampungan dan di pegunungan.     Bagaimana sebaiknya kita mengharapkan perkembangan strategi tersebut dapat diterjemahkan pada kondisi maraknya pertumbuhan kota-kota besar (Mega City) dimasa yang akan datang.  Selain itu ada strategi yang “menyatakan menyerang pada pusat kekuatan lawan” (direct attack to enemy center of gravity) yang disebut-sebut sebagai Brain Warfare (perang otak).   Sedangkan Sun Tzu dalam satu rumusan strategi-nya “Musuh tidak perlu harus dihancurkan dengan kekuatan bersenjata”.    Pertanyaannya apakah kedua strategi tersebut tidak saling bertentangan?    Masih banyak lagi rumusan-rumusan strategi dari berbagai pemikir lainnya seperti B.H. Liddell Hart, Arthur F. Lykke Jr, Michael Howard, Napoleon, Mahan, Giulio Douhet, Mao Tse-Tung, Jomini, Mitchell, Andre Beaufre dan pemikir-pemikir strategi lainnya.Selanjutnya sejalan dengan pergeseran paradigma mengenai perang, negara-negara maju telah merumuskan aktivitas perang pada beberapa strata yang saling terkait, yang terbentuk dalam suatu hierarkis.    Strata tersebut adalah Strata Grand Strategis, Strata Strategi, Strata Operasional dan Strata Taktik yang secara universal disebut sebagai Strata Perang (The Level of War).    Masing-masing strata tersebut memiliki rumusan strategi yang berbeda dalam menentukan sasaran yang ingin dicapai, konsep/cara yang akan disusun serta sarana kekuatan yang akan digunakan.  Yang juga perlu menjadi perhatian kita bersama bagaimana melihat perkembangan strategi yang sesuai dengan revolusi perang saat ini dan dimasa yang akan datang.    Serta yang paling penting adalah bagaimana kita merumuskan konsep strategi operasional mempunyai arti dan berguna (analog) dengan kehidupan masyarakat.    Hal ini merupakan suatu pertimbangan bagi pejabat pengambil keputusan dan staf perencana dalam merumuskan strategi, mana yang lebih utama: Apakah melaksanakan operasi sebanyak mungkin atau bagaimana operasi dilaksanakan secepat mungkin. Demikian pula sehubungan dengan terjadinya pergeseran paradigma rentang operasi militer yaitu operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang maka para perancang operasi perlu memikirkan bagaimana strategi diterjemahkan ke dalam konsep rencana operasi baik untuk operasi militer dalam perang dan operasi militer selain perang saat ini dan dimasa yang akan datang, dapat berguna dan bermanfaat bagi keamanan nasional.  Essay Sun Tzu tentang “Seni Berperang” merupakan risalah paling awal yang pernah diketahui tentang hal ini, tetapi belum pernah diunggulkan secara pengertian yang mendalam dan komprehensif.     Hal ini akan lebih baik bila disebut intisari hakekat kebijaksanaan dalam berperang.     Diantara seluruh pemikir militer dimasa lalu, hanya Clausewitz yang sebanding atau dapat dipersamakan dengan seni berperang Sun Tzu, bahkan ia lebih aktual dibanding Sun Tzu.   Walaupun Clausewitz menulis lebih dari dua ribu tahun kemudian setelah Sun Tzu.    Sun Tzu memiliki visi yang lebih jelas, wawasan yang lebih menyeluruh, dan selalu segar walaupun sebagian masih kuno.    Karena perhatian Sun Tzu diarahkan pada dasar-dasar dan prinsip-prinsip perang.   Pemikirannya masih tetap relevan hingga saat ini, walau ditulis pada tahun 500 SM, berikut hasil observasinya pada topik-topik terkini. Bagi Sun Tzu  pada pelajaran perang (on the study of war) maka Perang adalah suatu masalah yang sangat penting bagi suatu negara.  Perang menyangkut masalah hidup atau mati.  Perang adalah suatu jalan untuk mampu bertahan atau hancur. dan  Perang merupakan perintah yang harus dipelajari secara keseluruhan”.

Ada lima hal yang harus dipertimbangkan dalam mempelajari peperangan yaitu: pertama   Alasan moral.   Alasan moral memudahkan rakyat dan pemerintah untuk memiliki keyakinan bersama, mengapa kita berperang? Sehingga rakyatpun mau bekerjasama dengan pemerintah dalam suka dan duka, bahkan mengorbankan nyawa sekalipun, kedua  Alasan alam.    Alam menyangkut cuaca, iklim dan sebagainya, seperti perubahan iklim dan keterbatasan waktu. ketiga   Alasan situasi.    Situasi menyangkut jarak, sifat alami suatu daerah dan apakah kondisi fisiknya memungkinkannya selamat dari kematian.  keempat alasan kepemimpinan.   Kepemimpinan mengacu pada kualitas yang harus dimiliki komandan dalam memimpin, yang mencakup kebijaksanaan, kepercayaan diri, belas kasihan, keberanian dan keteguhan serta lainnya dan kelima.    Alasan disiplin.   Kepemimpinan mencakup sistem imbalan dan ancaman hukuman, logistik dan sebagainya. Kelima hal yang mendasar ini harus dimengerti sepenuhnya oleh setiap komandan.    Mereka yang mengerti kelima hal mendasar tersebut akan selalu menang dan mereka yang tidak mengerti pasti akan dikalahkan. “Dalam seni praktis perang, hal terbaik dari semua adalah untuk mendapatkan musuh negara secara utuh dan lengkap; untuk memusnahkan dan menghancurkan bukanlah hal yang sangat baik.    Oleh karena itu pula, lebih baik menangkap seluruh angkatan darat, daripada menghancurkannya, menangkap satu Resimen, satu Detasemen atau seluruh kompi daripada memusnahkannya.    Selanjutnya, berperang dan menaklukan dalam seluruh peperangan anda bukanlah suatu hal yang cemerlang; kecemerlangan terdiri dari mematahkan pertahanan musuh tanpa berperang”.  


“Melihat kemenangan hanya pada saat dalam pengetahuan yang biasabukanlah puncak kecemerlangan.   Bukan pula puncak kecemerlanganjika anda berperang dan menaklukan dan kemudian seluruh kerajaanmenyambut, "good job" “Untuk mengangkat sehelai rambut pada musimgugur bukanlah suatu tanda dari kekuatan yang besar; untuk melihat mentaridan bulan bukanlah tanda dari ketajaman penglihatan; untuk mendengarsuara halilintar bukanlah tanda pendengaran yang taaajam.    Apa yang disebut para leluhur kita dengan perang yang lebih pintar adalah perang yang tidak hanya menang, tetapi mengatasi kemenangan dengan tenang”.

“Selanjutnya, kemenangan tersebut tidak memberikannya reputasi akan kebijaksanaan atau hormat karena keberaniannya.    Ia memenangkan peperangannya dengan tidak membuat kesalahan.    Tidak membuat kesalahan adalah hal yang membangun suatu kepastian akan kemenangan, yang berarti menaklukan musuh yang sudah dikalahkan”. “Maka, ini adalah perang dimana strategi kemenangan akan pada perang setelah kemenangan didapatkan, dimana ia ditakdirkan untuk mengalahkan perang pertama dan kemudian mencari kemenangan”.

 “Merupakan aturan dalam perang, jika kekuatan kita sepuluh pada yang musuhmemiliki satu kekuatan, maka kita mengepungnya; jika lima dengan satu, maka kita menyerangnya; jika dua kali lipatnya,  “Jika kekuatannya sama, kita dapat menawarkan perang; jika sedikit kurang dalam jumlah, kita dapat menghindari musuh; jika cukup tidak seimbang dalam berbagai hal, kita dapat lari.    Selanjutnya, walaupun perang yang terus menerus dapat dilakukan dengan kekuatan yang sangat kecil, pada akhirnya dapat ditangkap oleh kekuatan yang lebih besar”

 Hakekat kemenangan intinya Ia akan menang jika mengetahui kapan saatnya berperang dan kapan saatnya tidak   Ia akan menang jika mengetahui bagaimana memanfaatkan kekuatan pasukan, baik besar maupun kecil..         Ia akan menang jika memiliki angkatan perang yang dijiwai oleh semangat yang sama pada seluruh tingkatan.  Ia akan menang jika mempersiapkan dirinya sendiri dan menunggu saat musuh tidak siap.    Ia akan menang jika ia memiliki kapasitas militer dan tidak diganggu oleh masalah kedaulatan.
“Ada pepatah: “Jika anda mengenal musuh dan diri anda sendiri, maka tidak perlu takut pada hasil dari ratusan peperangan.   Jika anda mengenal diri sendiri tetapi tidak mengenal musuh, maka untuk setiap kemenangan yang diraih anda juga akan menderita kekalahan".   Jika anda tidak mengenal musuh dan anda sendiri, maka anda akan kalah pada setiap peperangan”. On conduct of war maka  Seni perang mengajarkan kita untuk tidak mengandalkan pada kemungkinan musuh tidak datang, tetapi pada kesiapsiagaan kita menyambut   mereka; tidak mengandalkan pada kemungkinan mereka tidak menyerang, tetapi lebih pada kenyataan bahwa kita telah membuat posisi yang tidak dapat diserang”  Pada pengelabuan (on deception). “Semua peperangan berdasarkan pada tipu muslihat.   Maka, jika dapat menyerang, kita harus terlihat seperti tidak mampu menyerang; saat kita menggunakan kekuatan kita, maka harus terlihat tidak aktif; saat kita dekat, kita harus membuat musuh percaya bahwa kita jauh; saat kita jauh, kita harus membuat mereka percaya kita dekat.    Tahan umpan untuk menarik musuh.    Buat kerusuhan palsu, dan hancurkan mereka”. Jika ia aman dalam segala hal, maka bersiaplah menghadapinya.   Jika ia unggul dalam kekuatan, maka hindari.    Jika lawan anda bertemperamen choleric, cari cara untuk melukainya.   Berpura-pura lemah, hingga ia menjadi arogan”  “Jika ia sedang bersenang-senang, jangan beri kesempatan beristirahat.   Jika kekuatannya bersatu, pecahbelahkan.    Serang dia saat ia tidak siap, muncullah disaat anda tidak diperkirakan.    Semua akal daya militer ini, yang membawa kepada kemenangan, janganlah sampai diketahui sebelumnya.   Pada metode penyerangan (on methods of attack). “Dalam peperangan, tidak ada lebih dari dua metode penyerangan – langsung dan tidak langsung; maka kombinasi dari kedua hal ini memunculkan satu rangkaian manuver yang tiada akhir.    Baik langsung dan tidak langsung akan ada secara bergantian.   Seperti bergerak dalam satu lingkaran – anda tidak akan pernah mencapai akhir.    Siapa yang akan lelah dengan kemungkinan kombinasinya?”.     Pada bermanuver (on manouvering). “Jangan menelan umpan yang ditawarkan musuh.  Jangan mengganggu pasukan yang sedang pulang ke rumah.   Saat anda mengepung suatu pasukan, berikan tempat bagi mereka.   Jangan menekan musuh yang prustasi terlalu keras”. On long wars  “Jika anda terlibat dalam perang yang sesungguhnya, jika kemenangan lama datang, maka senjata akan rusak dan semangat mereka akan berkurang.   Sekali lagi, jika perang diperpanjang, sumber daya negara akan tidak seimbang dengan yang diderita.   Maka, walaupun kita telah mendengar tentang ketergesaan yang bodoh dalam perang, kepintaran tidak pernah dihubungkan dengan penundaan yang lama.    Tidak ada contoh dimana suatu negara mendapat manfaat dari perang yang diperpanjang”. 

Simak lima dosa yang tidak boleh terjadi pada seorang Jenderal (on the five sins of a general) yang berbahaya yang dapat mempengaruhi dan membawa kehancuran pada pelaksanaan perang”.   Kecerobohan, yang akan membawa ke kehancuran.  Pengecut, yang akan membuat kita ditangkap.     Sifat gegabah yang dapat diprovokasi oleh hinaan. Haus rasa hormat yang sensitif pada rasa malu. Terlalu khawatir pada anak buahnya, yang membuat dia cemas dan bermasalah.  Sebaliknya “Seorang Jenderal yang maju tanpa memikirkan ketenaran dan yang mundur tanpa takut tercemar, yang hanya berfikir untuk melindungi negaranya dan bertugas dengan baik untuk kedaulatannya, adalah perhiasan bagi suatu kerajaan”.

Mengenal lawan dan diri sendiri . Aku tahu kemampuanku, aku pun tahu kelemahan musuhku, dengan mengetahui dirimu sendiri dan mengetahui musuhmu, seseorang akan mampu memasuki ajang peperangan tanpa ancaman bahaya. Aku tak kenal musuhku, tetapi aku tahu persis kekuatanku, dengan mengetahui kekuatan sendiri tanpa mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan, kesempatan memperoleh kemenangan hanya separuhnya. ku tak kenal musuhku, aku pun tak tahu kekuatanku, kamu pasti kalah, berperang tanpa mengetahui keadaan musuh, juga tanpa mengetahui keadaan sendiri, tentu kalah. Jadi “jika anda mengetahui kekuatan lawan dan tahu kekuatan sendiri, anda tidak perlu takut akan hasil dari ratusan pertempuran”   Rencana perang yang paling baik adalah menang melalui strategi dengan menggunakan akalmu untuk mengalahkan musuh.  Mengalihkan keinginan musuhmu melalui seni berdiplomasi.   Menaklukan dengan kekerasan.

 Strategi yang baik tidak pernah ada aturan yang ketat dan kaku.   Strategi yang baik haruslah meniru air yang selalu berubah sesuai tempatnya.   Tak ada pula rumusan untuk melakukan  manuver yang baik Hindarilah musuh yang kuat dan seranglah yang lemah.   Bersiaplah mengubah strategi sesuai dengan perubahan pihak musuh.   Strategi yang baik adalah lebih dahulu mencapai garis depan agar dapat menempati posisi yang menguntungkan untuk menghancurkan lawan.Perencanaan yang cermat akan menghasilkan kemenangan.  Perencanaan yang buruk akan membuahkan kekalahan.   Apalagi sama sekali tanpa perencanaan. Sebelum perang pecah, timbanglah kekuatan dan kelemahan pasukanmu sendiri dan pasukan musuhmu. Artinya berperanglah dengan dirimu sebelum engkau berdamai dengan orang lain.

Monday, September 27, 2010

Perlucutan Nuklir Penyakit Usus Buntu

Sudah bertahun-tahun hingga saat ini, agenda perlucutan senjata nuklir dunia tidak menunjukkan kemajuan yang berarti. Konperensi Perlucutan Senjata selalu mengalami kebuntuan. bagai penyakit usus buntu, Upaya perlucutan senjata nuklir, non-proliferasi dan pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai merupakan tiga pilar dari Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Bagi Indonesia, tiga pilar itu bersifat mutlak dan tidak bisa ditawar lagi.
Traktat ini merupakan elemen penting rezim global bagi non-proliferasi dan perlucutan senjata nuklir. Oleh karena itu, partisipasi Indonesia dalam Konperensi Kaji Ulang kali ini, dilandasi dan didorong oleh suatu keinginan yang kuat untuk memastikan suksesnya konperensi ini. Negara-negara pemilik senjata nuklir harus memenuhi komitmen untuk menjalankan 3 pilar traktat non proliferasi sebagai dasar bagi adanya kesepakatan perpanjangan tanpa batas waktu Traktat Non-Proliferasi pada tahun 1995. Selain itu, sejumlah negara bukan pemilik senjata nuklir juga tetap harus memenuhi komitmen mereka di dalam NPT. Pendek kata, dimana dunia saat ini masih menghadapi berbagai ancaman dan tantangan baru, ancaman bencana nuklir masih tetap ada. Kita tidak boleh berdiam diri. Atas berbagai kebuntuan yang terjadi saat ini dan berbagai kesempatan yang terbuang percuma. Kita harus memberikan perhatian pada kemungkinan pencapaian tujuan bersama, daripada hanya mempertahankan posisi masa lampau yang sudah tidak lagi sesuai. Setelah bertahun-tahun lamanya upaya perlucutan senjata yang kita upayakan bersama tidak bergerak maju, maka pada saat kita melakukan Konperensi Kaji Ulang Traktat Non-Proliferasi ini, kita melihat berbagai perkembangan positif.
Negara-negara nampaknya mulai merasakan arti penting dan urgensi untuk melakukan perlucutan senjata nuklir. Sejumlah langkah awal yang sangat positif telah dilakukan. Amerika Serikat dan Rusia telah menandatangani Traktat Pengurangan Senjata Strategis yang baru (START). Kami juga melihat adanya berbagai hal positif dalam Kaji Ulang Postur Nuklir yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Kami menyambut positif berbagai perkembangan ini dan mengharapkan adanya upaya lebih lanjut untuk memastikan upaya untuk melucuti persenjataan nuklir dapat terlaksana. Setiap langkah maju, seberapapun kecilnya, kiranya dapat memberikan kita suatu momentum baru bagi upaya untuk mencapai tujuan akhir, yaitu perlucutan senjata nuklir secara menyeluruh. Indonesia ingin berkontribusi semaksimal mungkin dalam suasana yang positif ini. Indonesia saat ini tengah memulai proses ratifikasi Traktat Komprehensif Pelarangan Pengujian Senjata Nuklir (CTBT). Kami sangat berharap bahwa komitmen kami pada agenda perlucutan senjata dan non-proliferasi ini dapat mendorong negara-negara lainnya yang belum meratifikasi Traktat tersebut, untuk melakukan hal yang sama. Maka, ada beberapa garis besar yang perlu saya kemukakan terkait dengan isu perlucutan senjata nuklir ini. Pertama, seluruh negara-negara pemilik senjata nuklir, harus menunjukkan, secara sungguh-sungguh, bukan hanya dengan kata-kata, komitmen mereka bagi perlucutan senjata nuklir. Dengan demikian, perlucutan senjata nuklir secara menyeluruh dapat diwujudkan, negara-negara pemilik senjata nuklir juga harus memberikan jaminan keamanan untuk tidak menggunakan senjata nuklir terhadap Negara bukan pemilik senjata nuklir. Apabila semua itu telah dilakukan, barulah keprihatinan atas ancaman dari proliferasi senjata nuklir yang selama ini dikhawatirkan oleh negara-negara tersebut akan dapat diperhatikan secara positif. Kedua, ancaman proliferasi senjata nuklir, dari manapun asalnya, harus direspon secara sungguh-sungguh dan efektif tanpa diskriminasi dan menggunakan standar ganda. Respon tersebut harus didasari oleh prinsip multilateralisme dan esuai dengan hukum internasional. Maka, kita harus dapat mendorong Israel untuk bergabung pada Traktat ini. Kita harus mendukung pembentukan kawasan-kawasan bebas senjata nuklir yang baru, khususnya di kawasan Timur Tengah sebagaimana disepakati pada Konperensi Kaji Ulang NPT tahun 1995. Kita harus mendukung kawasan-kawasan bebas senjata nuklir yang telah ada, seperti Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara. Sangat sulit dipahami adanya kerjasama energi nuklir yang melibatkan negara-negara yang secara terbuka telah memilih untuk melakukan proliferasi senjata nuklir.

Ketiga, Hak yang melekat bagi seluruh negara Pihak NPT untuk melakukan penelitian, memproduksi dan menggunakan energi nuklir bagi tujuan-tujuan damai, sebagaimana dimuat dalam Pasal IV dari Traktat ini, wajib untuk dihormati. Dalam hal ini, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) harus diperkuat agar mampu menjalankan mandatnya. Seluruh negara berkewajiban untuk selalu bekerjasama dengan Badan energy atom dunia ini. Dan keempat, kita harus berkerja keras secara bersama untuk menghasilkan suatu konvensi senjata nuklir yang universal dalam tenggat waktu yang jelas guna mewujudkan penghapusan senjata nuklir secara menyeluruh.

Karena hanya dengan penghapusan senjata nuklir secara menyeluruh, kita baru dapat memastikan bahwa senjata tersebut tidak akan pernah digunakan. Indonesia memiliki keyakinan akan pentingnya melakukan pendekatan yang berimbang, menyeluruh dan non-diskriminatif terhadap ketiga pilar NPT, yaitu perlucutan senjata nuklir, non-proliferasi dan penggunaan energi nuklir bagi tujuan damai. Sangat jelas bahwa tiga pilar ini saling menguatkan. Oleh sebab itu, merupakan hal yang sangat mendesak bagi seluruh negara untuk mematuhi rejim NPT. Seluruh negara pihak harus berupaya secara bersama untuk membentuk traktat yang bersifat universal. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka traktat ini tidak akan efektif.

Maka, Indonesia menyerukan agar seluruh negara yang belum menjadi pihak pada NPT ini dapat mengaksesi traktat ini sesegera mungkin. Visi dunia tanpa senjata nuklir bukanlah suatu visi yang baru. Indonesia selalu berpandangan bahwa visi ini absah dan benar-benar merupakan suatu tujuan yang harus dicapai. Kita semua harus mendukung visi ini dan bersama-sama berupaya mencapainya melalui keterlibatan terus menerus dan konstruktif di antara negara-negara nuklir dan non-nuklir.

Negara-negara pemilik senjata nuklir dan bukan pemilik senjata non-nuklir memiliki kewajiban dan tanggung jawab masing-masing, dan semua dari kita harus memiliki kemauan politik untuk melaksanakan kewajiban tersebut. Marilah kita belajar dari berbagai kekurangan di masa lampau, dan mencoba mencari kesamaan dari berbagai perbedaan yang ada. Marilah kita bekerjasama untuk membangun suasana yang positif. Melalui cara ini, kita akan dapat membangun dunia yang jauh lebih aman bagi generasi saat ini dan generasi yang akan datang. Artikel ini merupakan intisari pernyataan Menteri Luar Negeri Indonesia, Dr. Marty Natalegawa, pada Sesi Debat Umum Konperensi Traktat Non-Proliferasi Nuklir di Markas Besar PBB di New York, 3 Mei 2010. Pidato ini dipublikasikan oleh Kantor Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk PBB di New York

fiat justicia roat coelum-tegakkan hukum meski langit runtuh." lempar batu sekeras-kerasnya sembunyi tangan secepat-cepatnya, bagai membuang air liur tertelan ludah sendiri, bagai mendulang air terpercik muka sendiri, tiada maling yang pernah mengaku kecuali maling teriak maling"...


by Leonard Marpaung on Friday, September 24, 2010 at 6:29pm
Peribahasa "lempar batu sekeras-kerasnya sembunyi tangan secepat-cepatnya, bagai membuang air liur tertelan ludah sendiri, bagai mendulang air terpercik muka sendiri, tiada maling yang pernah mengaku kecuali maling teriak maling"... banyak langgam bahasa yang bisa merepresentasikan fenomena kasus- kasus hukum di Indonesia belakangan ini. Tak salah dulu Machiaveli bernadar bahwa kamu adalah "serigala bagi sesamamu"

Kondisi kronis wajah buram hukum di negeri ini semakin menjadi-jadi, agaknya kita belum sanggup menuntaskan kerisauan dan kegalauan seluruh anak negeri yang sebetulnya sangat sederhana, sekadar cuma mendamba keadilan dan kepastian hukum.

Saat ini kembali digunakan senjata lama "cipta kondisi"  rekayasa aneh bin ajaib untuk kepongahan dan arogansi atas nama hukum dan UU yang sangat miskin pertanggungjawaban akademik dan nilai konseptual-nya sehingga justru telah menikam ke sembilu demokrasi kita yang harus kita akui sangatlah rentan bahkan hukum nyaris bukan lagi berfungsi untuk melindungi tetapi telah berubah garang menjadi senjata ampuh untuk menakut-nakuti siapa saja, pengalihan isu diatas isu-pun kini menjadi trend, org berlomba-lomba dan sibuk dengan pembelaannya sendiri-sendiri tanpa mau tau tegoran dari hati nurani untuk jujur dan adil serta selalu jernih berpandangan bahwa semua orang itu sama di mata hukum (equality before the law)...dapat dibayangkan dengan realitas seperti itu adagium "fiat justicia roat coelum, tegakkan hukum meski langit runtuh" cuma utopis yang menghiasi kamus-kamus hukum kuno.

SrinathBugz

SrinathBugz

Wednesday, September 22, 2010

Arti Jabat Tangan


Ada makna mendalam di balik jabat tangan. Melalui gaya menyambut uluran tangan, Anda bisa menilai pribadi seseorang. Apakah dia memiliki rasa percaya diri tinggi, tegas, merasa tidak aman, atau tidak tegas.

Sangat menarik untuk mengetahui kepribadian seseorang di balik kebiasaannya berjabat tangan. Entah itu ayah, klien, teman, atau pria incaran.

Berikut tiga gaya berjabat tangan terkait penggambaran kepribadian seseorang, seperti dikutip dari laman Askmen.

1. Jabat tangan lemah Ini menandakan seseorang memiliki pribadi yang lemah. Kekuatan cengkeraman seseorang menentukan sirkuit batin atau karakternya. Sejumlah staf human resource department (HRD) menggunakan taktik ini saat wawancara pekerjaan, untuk menilai apakah seseorang cocok dengan pekerjaan yang dilamarnya atau tidak.

2. Meremas tulangMereka yang memiliki kebiasaan menjabat tangan dengan cengkeraman sangat keras atau terlalu lama, menandakan ada hal negatif dalam dirinya. Itu menandakan sikapnya yang berlebihan. Cengkraman seperti ini menjadi menandakan kompensasi atas aura negatif dalam dirinya.

3. Tidak kencang dan tidak lemahJabat tangan yang baik adalah yang tidak terlalu kencang ataupun terasa lemah. Jabat tangan ini menandakan seseorang memiliki kepercayaan diri yang tidak berlebihan dan pintar menempatkan diri dalam segala suasana.

Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan sejumlah ilmuwan dari University College London mengklaim bahwa kekuatan cengkeraman jabat tangan juga bisa digunakan untuk mendeteksi harapan hidup seseorang.

Mereka yang memiliki kekuatan cengkeraman lemah dianggap memiliki harapan hidup lebih pendek dibanding mereka yang terbiasa menjabat tangan dengan cengkeraman kuat.