Tuesday, September 28, 2010

Dari Sun Tzu Ke Clausewitz


Dua Legenda Perang dari Abad yang sangat jauh berbeda, Sun Tzu menyatakan dalam beberapa rumusan strategi-nya yang sederhana dalam melaksanakan suatu Operasi Militer yang telah banyak digunakan secara umum.  Salah satu diantaranya “Jika anda mengetahui kekuatan lawan dan tahu kekuatan sendiri, anda tidak perlu takut akan hasil dari ratusan pertempuran”. Sementara Clausewitz mengatakan “Strategi bertahan lebih kuat daripada menyerang”.  

Apakah kedua pernyataan strategi tersebut masih akurat atau terlalu sederhana. Apa pelajaran yang dapat dipelajari dari kedua pemikir strategi tersebut, khususnya bagi mereka yang memusatkan perhatiannya dalam merancang konsep operasi di laut, udara dan di ruang angkasa, dan mereka-mereka yang merancang operasi di wilayah daratan, seperti  operasi di hutan, gurun pasir, di perkotaan/perkampungan dan di pegunungan.     Bagaimana sebaiknya kita mengharapkan perkembangan strategi tersebut dapat diterjemahkan pada kondisi maraknya pertumbuhan kota-kota besar (Mega City) dimasa yang akan datang.  Selain itu ada strategi yang “menyatakan menyerang pada pusat kekuatan lawan” (direct attack to enemy center of gravity) yang disebut-sebut sebagai Brain Warfare (perang otak).   Sedangkan Sun Tzu dalam satu rumusan strategi-nya “Musuh tidak perlu harus dihancurkan dengan kekuatan bersenjata”.    Pertanyaannya apakah kedua strategi tersebut tidak saling bertentangan?    Masih banyak lagi rumusan-rumusan strategi dari berbagai pemikir lainnya seperti B.H. Liddell Hart, Arthur F. Lykke Jr, Michael Howard, Napoleon, Mahan, Giulio Douhet, Mao Tse-Tung, Jomini, Mitchell, Andre Beaufre dan pemikir-pemikir strategi lainnya.Selanjutnya sejalan dengan pergeseran paradigma mengenai perang, negara-negara maju telah merumuskan aktivitas perang pada beberapa strata yang saling terkait, yang terbentuk dalam suatu hierarkis.    Strata tersebut adalah Strata Grand Strategis, Strata Strategi, Strata Operasional dan Strata Taktik yang secara universal disebut sebagai Strata Perang (The Level of War).    Masing-masing strata tersebut memiliki rumusan strategi yang berbeda dalam menentukan sasaran yang ingin dicapai, konsep/cara yang akan disusun serta sarana kekuatan yang akan digunakan.  Yang juga perlu menjadi perhatian kita bersama bagaimana melihat perkembangan strategi yang sesuai dengan revolusi perang saat ini dan dimasa yang akan datang.    Serta yang paling penting adalah bagaimana kita merumuskan konsep strategi operasional mempunyai arti dan berguna (analog) dengan kehidupan masyarakat.    Hal ini merupakan suatu pertimbangan bagi pejabat pengambil keputusan dan staf perencana dalam merumuskan strategi, mana yang lebih utama: Apakah melaksanakan operasi sebanyak mungkin atau bagaimana operasi dilaksanakan secepat mungkin. Demikian pula sehubungan dengan terjadinya pergeseran paradigma rentang operasi militer yaitu operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang maka para perancang operasi perlu memikirkan bagaimana strategi diterjemahkan ke dalam konsep rencana operasi baik untuk operasi militer dalam perang dan operasi militer selain perang saat ini dan dimasa yang akan datang, dapat berguna dan bermanfaat bagi keamanan nasional.  Essay Sun Tzu tentang “Seni Berperang” merupakan risalah paling awal yang pernah diketahui tentang hal ini, tetapi belum pernah diunggulkan secara pengertian yang mendalam dan komprehensif.     Hal ini akan lebih baik bila disebut intisari hakekat kebijaksanaan dalam berperang.     Diantara seluruh pemikir militer dimasa lalu, hanya Clausewitz yang sebanding atau dapat dipersamakan dengan seni berperang Sun Tzu, bahkan ia lebih aktual dibanding Sun Tzu.   Walaupun Clausewitz menulis lebih dari dua ribu tahun kemudian setelah Sun Tzu.    Sun Tzu memiliki visi yang lebih jelas, wawasan yang lebih menyeluruh, dan selalu segar walaupun sebagian masih kuno.    Karena perhatian Sun Tzu diarahkan pada dasar-dasar dan prinsip-prinsip perang.   Pemikirannya masih tetap relevan hingga saat ini, walau ditulis pada tahun 500 SM, berikut hasil observasinya pada topik-topik terkini. Bagi Sun Tzu  pada pelajaran perang (on the study of war) maka Perang adalah suatu masalah yang sangat penting bagi suatu negara.  Perang menyangkut masalah hidup atau mati.  Perang adalah suatu jalan untuk mampu bertahan atau hancur. dan  Perang merupakan perintah yang harus dipelajari secara keseluruhan”.

Ada lima hal yang harus dipertimbangkan dalam mempelajari peperangan yaitu: pertama   Alasan moral.   Alasan moral memudahkan rakyat dan pemerintah untuk memiliki keyakinan bersama, mengapa kita berperang? Sehingga rakyatpun mau bekerjasama dengan pemerintah dalam suka dan duka, bahkan mengorbankan nyawa sekalipun, kedua  Alasan alam.    Alam menyangkut cuaca, iklim dan sebagainya, seperti perubahan iklim dan keterbatasan waktu. ketiga   Alasan situasi.    Situasi menyangkut jarak, sifat alami suatu daerah dan apakah kondisi fisiknya memungkinkannya selamat dari kematian.  keempat alasan kepemimpinan.   Kepemimpinan mengacu pada kualitas yang harus dimiliki komandan dalam memimpin, yang mencakup kebijaksanaan, kepercayaan diri, belas kasihan, keberanian dan keteguhan serta lainnya dan kelima.    Alasan disiplin.   Kepemimpinan mencakup sistem imbalan dan ancaman hukuman, logistik dan sebagainya. Kelima hal yang mendasar ini harus dimengerti sepenuhnya oleh setiap komandan.    Mereka yang mengerti kelima hal mendasar tersebut akan selalu menang dan mereka yang tidak mengerti pasti akan dikalahkan. “Dalam seni praktis perang, hal terbaik dari semua adalah untuk mendapatkan musuh negara secara utuh dan lengkap; untuk memusnahkan dan menghancurkan bukanlah hal yang sangat baik.    Oleh karena itu pula, lebih baik menangkap seluruh angkatan darat, daripada menghancurkannya, menangkap satu Resimen, satu Detasemen atau seluruh kompi daripada memusnahkannya.    Selanjutnya, berperang dan menaklukan dalam seluruh peperangan anda bukanlah suatu hal yang cemerlang; kecemerlangan terdiri dari mematahkan pertahanan musuh tanpa berperang”.  


“Melihat kemenangan hanya pada saat dalam pengetahuan yang biasabukanlah puncak kecemerlangan.   Bukan pula puncak kecemerlanganjika anda berperang dan menaklukan dan kemudian seluruh kerajaanmenyambut, "good job" “Untuk mengangkat sehelai rambut pada musimgugur bukanlah suatu tanda dari kekuatan yang besar; untuk melihat mentaridan bulan bukanlah tanda dari ketajaman penglihatan; untuk mendengarsuara halilintar bukanlah tanda pendengaran yang taaajam.    Apa yang disebut para leluhur kita dengan perang yang lebih pintar adalah perang yang tidak hanya menang, tetapi mengatasi kemenangan dengan tenang”.

“Selanjutnya, kemenangan tersebut tidak memberikannya reputasi akan kebijaksanaan atau hormat karena keberaniannya.    Ia memenangkan peperangannya dengan tidak membuat kesalahan.    Tidak membuat kesalahan adalah hal yang membangun suatu kepastian akan kemenangan, yang berarti menaklukan musuh yang sudah dikalahkan”. “Maka, ini adalah perang dimana strategi kemenangan akan pada perang setelah kemenangan didapatkan, dimana ia ditakdirkan untuk mengalahkan perang pertama dan kemudian mencari kemenangan”.

 “Merupakan aturan dalam perang, jika kekuatan kita sepuluh pada yang musuhmemiliki satu kekuatan, maka kita mengepungnya; jika lima dengan satu, maka kita menyerangnya; jika dua kali lipatnya,  “Jika kekuatannya sama, kita dapat menawarkan perang; jika sedikit kurang dalam jumlah, kita dapat menghindari musuh; jika cukup tidak seimbang dalam berbagai hal, kita dapat lari.    Selanjutnya, walaupun perang yang terus menerus dapat dilakukan dengan kekuatan yang sangat kecil, pada akhirnya dapat ditangkap oleh kekuatan yang lebih besar”

 Hakekat kemenangan intinya Ia akan menang jika mengetahui kapan saatnya berperang dan kapan saatnya tidak   Ia akan menang jika mengetahui bagaimana memanfaatkan kekuatan pasukan, baik besar maupun kecil..         Ia akan menang jika memiliki angkatan perang yang dijiwai oleh semangat yang sama pada seluruh tingkatan.  Ia akan menang jika mempersiapkan dirinya sendiri dan menunggu saat musuh tidak siap.    Ia akan menang jika ia memiliki kapasitas militer dan tidak diganggu oleh masalah kedaulatan.
“Ada pepatah: “Jika anda mengenal musuh dan diri anda sendiri, maka tidak perlu takut pada hasil dari ratusan peperangan.   Jika anda mengenal diri sendiri tetapi tidak mengenal musuh, maka untuk setiap kemenangan yang diraih anda juga akan menderita kekalahan".   Jika anda tidak mengenal musuh dan anda sendiri, maka anda akan kalah pada setiap peperangan”. On conduct of war maka  Seni perang mengajarkan kita untuk tidak mengandalkan pada kemungkinan musuh tidak datang, tetapi pada kesiapsiagaan kita menyambut   mereka; tidak mengandalkan pada kemungkinan mereka tidak menyerang, tetapi lebih pada kenyataan bahwa kita telah membuat posisi yang tidak dapat diserang”  Pada pengelabuan (on deception). “Semua peperangan berdasarkan pada tipu muslihat.   Maka, jika dapat menyerang, kita harus terlihat seperti tidak mampu menyerang; saat kita menggunakan kekuatan kita, maka harus terlihat tidak aktif; saat kita dekat, kita harus membuat musuh percaya bahwa kita jauh; saat kita jauh, kita harus membuat mereka percaya kita dekat.    Tahan umpan untuk menarik musuh.    Buat kerusuhan palsu, dan hancurkan mereka”. Jika ia aman dalam segala hal, maka bersiaplah menghadapinya.   Jika ia unggul dalam kekuatan, maka hindari.    Jika lawan anda bertemperamen choleric, cari cara untuk melukainya.   Berpura-pura lemah, hingga ia menjadi arogan”  “Jika ia sedang bersenang-senang, jangan beri kesempatan beristirahat.   Jika kekuatannya bersatu, pecahbelahkan.    Serang dia saat ia tidak siap, muncullah disaat anda tidak diperkirakan.    Semua akal daya militer ini, yang membawa kepada kemenangan, janganlah sampai diketahui sebelumnya.   Pada metode penyerangan (on methods of attack). “Dalam peperangan, tidak ada lebih dari dua metode penyerangan – langsung dan tidak langsung; maka kombinasi dari kedua hal ini memunculkan satu rangkaian manuver yang tiada akhir.    Baik langsung dan tidak langsung akan ada secara bergantian.   Seperti bergerak dalam satu lingkaran – anda tidak akan pernah mencapai akhir.    Siapa yang akan lelah dengan kemungkinan kombinasinya?”.     Pada bermanuver (on manouvering). “Jangan menelan umpan yang ditawarkan musuh.  Jangan mengganggu pasukan yang sedang pulang ke rumah.   Saat anda mengepung suatu pasukan, berikan tempat bagi mereka.   Jangan menekan musuh yang prustasi terlalu keras”. On long wars  “Jika anda terlibat dalam perang yang sesungguhnya, jika kemenangan lama datang, maka senjata akan rusak dan semangat mereka akan berkurang.   Sekali lagi, jika perang diperpanjang, sumber daya negara akan tidak seimbang dengan yang diderita.   Maka, walaupun kita telah mendengar tentang ketergesaan yang bodoh dalam perang, kepintaran tidak pernah dihubungkan dengan penundaan yang lama.    Tidak ada contoh dimana suatu negara mendapat manfaat dari perang yang diperpanjang”. 

Simak lima dosa yang tidak boleh terjadi pada seorang Jenderal (on the five sins of a general) yang berbahaya yang dapat mempengaruhi dan membawa kehancuran pada pelaksanaan perang”.   Kecerobohan, yang akan membawa ke kehancuran.  Pengecut, yang akan membuat kita ditangkap.     Sifat gegabah yang dapat diprovokasi oleh hinaan. Haus rasa hormat yang sensitif pada rasa malu. Terlalu khawatir pada anak buahnya, yang membuat dia cemas dan bermasalah.  Sebaliknya “Seorang Jenderal yang maju tanpa memikirkan ketenaran dan yang mundur tanpa takut tercemar, yang hanya berfikir untuk melindungi negaranya dan bertugas dengan baik untuk kedaulatannya, adalah perhiasan bagi suatu kerajaan”.

Mengenal lawan dan diri sendiri . Aku tahu kemampuanku, aku pun tahu kelemahan musuhku, dengan mengetahui dirimu sendiri dan mengetahui musuhmu, seseorang akan mampu memasuki ajang peperangan tanpa ancaman bahaya. Aku tak kenal musuhku, tetapi aku tahu persis kekuatanku, dengan mengetahui kekuatan sendiri tanpa mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan, kesempatan memperoleh kemenangan hanya separuhnya. ku tak kenal musuhku, aku pun tak tahu kekuatanku, kamu pasti kalah, berperang tanpa mengetahui keadaan musuh, juga tanpa mengetahui keadaan sendiri, tentu kalah. Jadi “jika anda mengetahui kekuatan lawan dan tahu kekuatan sendiri, anda tidak perlu takut akan hasil dari ratusan pertempuran”   Rencana perang yang paling baik adalah menang melalui strategi dengan menggunakan akalmu untuk mengalahkan musuh.  Mengalihkan keinginan musuhmu melalui seni berdiplomasi.   Menaklukan dengan kekerasan.

 Strategi yang baik tidak pernah ada aturan yang ketat dan kaku.   Strategi yang baik haruslah meniru air yang selalu berubah sesuai tempatnya.   Tak ada pula rumusan untuk melakukan  manuver yang baik Hindarilah musuh yang kuat dan seranglah yang lemah.   Bersiaplah mengubah strategi sesuai dengan perubahan pihak musuh.   Strategi yang baik adalah lebih dahulu mencapai garis depan agar dapat menempati posisi yang menguntungkan untuk menghancurkan lawan.Perencanaan yang cermat akan menghasilkan kemenangan.  Perencanaan yang buruk akan membuahkan kekalahan.   Apalagi sama sekali tanpa perencanaan. Sebelum perang pecah, timbanglah kekuatan dan kelemahan pasukanmu sendiri dan pasukan musuhmu. Artinya berperanglah dengan dirimu sebelum engkau berdamai dengan orang lain.

No comments:

Post a Comment